Jumat, 16 Desember 2011

Sudahkah Kita Beribadah?


Secara bahasa (etimologi), Ibadah berarti merendahkan diri serta tunduk. Sedangkan menerut syara’ (terminologi), ibadah mempunyai banyak definisi tetapi yang paling lengkap yaitu, Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah Azza wa Jalla, baik ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin.

Ibadah itu dibangun atas tiga pilar, yaitu: hubb (cinta), khauf (takut), raja’ (harapan). Didalam setiap ibadah harus terkumpul atasnya pilar-pilar tersebut. Allah berfirman:
“...Adapun orang-orang yang beriman sangat besar cintanya kepada Allah...” (Q.S Al-Baqarah: 165)
“..Sungguh mereka bersegera dalam (mengerjakan) kebaikan dan mereka berdo’a kepada Kami dengan penuh harap dan cemas. Dan mereka orang-orang yang khusyu’ kepada kami.” (Q.S Al-Anbiyaa’:90)

Ibadah merupakan perkara tauqifiyah, yaitu tidak ada suatu bentuk ibadah yang
disyariatkan kecuali berdasarkan Al-qur’an dan As-sunnah. Apa yang tidak disyari’atkan maka perbuatan tersebut tertolak, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Barang siapa yang beramal tanpa adanya tuntunan dari kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR Muslim no. 1718 (18) dan Ahmad IV/146; 180; 256, dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha)
Agar dapat diterima ibadah disyariatkan harus benar. Dan ibadah itu tidak bisa benar kecuali dengan terpenuhinya dua syarat:

1. Ikhlas karena Allah azza wa Jalla semata, bebas dari syirik besar dan kecil.
2. Ittiba’, sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.

Syarat yang pertama merupaka konsekuensi dari syahadat laa ilaaha illallaah, karena ia mengharuskan ikhlas dalam beribadah hanya untuk Allah dan jauh dari Syirik kepada-Nya. Sedangkan syarat kedua adalah konsekuensi dari syahadat Muhammad Rasulullah, karena ia menuntut wajibnya taat kepada Rasul, mengikuti syari’atnya dan meninggalkan ibadah-ibadah yang diada-adalan (baca:bid’ah).
Allah berfirman:

“Tidak! Barang siapa menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah, dan dia berbuat baik, dia mendapat pahala di sisi Rabbnya dan tidak ada rasa takut pada diri mereka dan mereka tidak bersedih hati.” (QS. Al-Baqarah: 112)

“Menyerahkan diri” artinya memurnikan ibadah kepada Allah. “Berbuat kebajikan” artinya mengikuti Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan: “Inti agama adan dua pilar yaitu kita tidak beribadah kecuali hanya kepada Allah, dan kita tidak beribadah kecuali dengan apa yang Dia syari’atkan, tidak dengan perkara-perkara yang baru.
Sebagaimana Allah berfirman:

“...Maka barang siapa mengharap pertemuan dengan Rabbnya maka hendaklah dia mengerjakan kebajikan dan janganlah dia mempersekutukan dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada Rabbnya.” (QS. Al-Kahfi: 110)

Yang demikian adalah manifestasi (perwujudan) dari dua kalimat syahadat Laa ilaaha illallaah, Muhammad Rasulullaah.

Pada yang pertama, kita tidak beribadah kecuali kepada-Nya. Pada yang kedua, bahwasanya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah utusan-Nya yang menyampaikan ajaran-Nya. Maka kita wajib membenarkan dan mempercayai beritanya serta mentaati perintahnya. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan bagaimana cara kita beribadah kepada Allah, dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kita dari hal-hal yang baru dalam agama. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan bahwa setiap hal-hal baru dalam agama adalah sesat.” (Lihat al-‘Ubuudiyyah hlm 221-222 oleh Syaikhul Islam Ibnu Taymiyyah, tahqiq: ‘Ali Hasan ‘Ali ‘Abdul Hamid)
Ibadah dalam islam tidak disyari’atkan untuk mempersempit atau mempersulit manusia, dan tidak pula untuk menjatuhkan mereka dalam kesulitan. Akan tetapi ibadah itu disyariatkan untuk berbagai hikmah yang agung, kemaslahatan besar yang tidak dapat dihitung jumlahnya. Pelaksanaan ibadah didalam islam semua mudah.

Diantara keutamaan ibadah bahwasanya ibadah mensucikan jiwa, membersihkan hati, dan mengangkatnya ke derajat tertinggi menuju kesempurnaan manusia.
Biarlah perkataan Imam Malik Rahimahullah yang sangat inidah berikut ini menutup tulisan ini. Imam malik Berkata, “Barang siapa membuat perkara baru dalam urusan umat ini yang tidak pernah berada di atasnya generasi pertama umat ini, maka ia telah mengira bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alalihi wa sallam berkhianat dalam menyampaikan risalah Allah Azza wa Jalla ini, karena Allah Azza wa Jalla telah berfirman:

“Pada hari ini telah kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah kucukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah kuridhi Islam itu menjadi agama bagimu.” (QS. Al-Maa’idah: 3)
Maka perkara-perkara yang bukan termasuk urusan agama pada waktu itu, berarti bukan termasuk urusan agama pula pada zaman sekarang ini. Keadaan akhir umat ini tidaklah menjadi baik kecuali dengan apa yang membuat generasi pertama umat ini menjadi baik.” (lihat Syarah Ushulus Sunnah Keyakinan Al-Imam Ahmad dalam Aqidah hlm 41-42 oleh Syaikh Walid bin Muhammad Nubaih, Pustaka Darul Ilmi)

Wallahu ‘alam bish-showab

Semoga Bermanfaat.

*Diringkas dari Syarah ‘Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah (hlm 185-190) Bab kesembilan: Pilar-pilar Ibadah dalam Islam, oleh Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Pustaka Imam Asy-Syafi’i, dengan sedikit penambahan (pada bagian akhir, yakni; perkataan Imam Malik) dari kitab Syarah Ushulus Sunnah Keyakinan Al-Imam Ahmad dalam Aqidah (hlm 41-42) oleh Syaikh Walid bin Muhammad Nubaih, Pustaka Darul Ilmi.

Adab Makan dan Minum Seorang Muslim


Adab Makan dan Minum Seorang Muslim Merupakan bagian dari kesempurnaan syari’at Islam adalah telah diaturnya segala bentuk kegiatan sehari-hari umatnya. Berikut beberapa adab dalam makan berdasarkan hadits-hadits yang shahih:

1. Mengawalinya dengan membaca BISMILLAH “Sesungguhnya syaiton turut menikmati makanan yang tidak disebut nama Allah padanya…” (HR Muslim no. 2017) Catatan: Tanpa ditambah dengan ar-Rahman ar-Rahim

2. Makan dan Minum dengan Menggunakan Tangan Kanan dan Tidak Menggunakan Tangan Kiri dari Umar radhiyallahu ‘anhu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika salah seorang diantara kalian hendak makan maka hendaknya makan dengan menggunakan tangan kanan, dan apabila hendak minum maka hendaknya minum juga dengan tangan kanan. Sesungguhnya syaitan itu makan dengan tangan kiri dan juga minum dengan menggunakan tangan kirinya.” (HR Muslim no. 2020)

3. Tidak Makan dan Minum Sambil Berdiri kecuali bila tidak menemukan tempat untuk duduk (dalam keadaan darurat). Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian minum sambil berdiri. Barang siapa lupa sehingga minum sambil berdiri, maka hendaklah ia berusaha untuk memuntahkannya.” (HR. Ahmad no 8135)

4. Tidak Duduk Sambil Bersandar Abu Juhaifah mengatakan, bahwa dia berada di dekat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian Rasulullah berkata kepada seseorang yang berada di dekat beliau, “Aku tidak makan dalam keadaan bersandar.” (HR Bukhari)

5. Tidak Makan sambil Tengkurap Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu beliau mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dua jenis makanan: yaitu duduk dalam jamuan makan yang menyuguhkan minum-minuman keras dan makan sambil tengkurap.” (HR Abu Daud dan Ibnu Majjah. Hadits ini dishahihkan oleh al-Albani.)

6. Tidak Dilarang (Boleh) untuk Berbicara saat Makan. Dalam al-Adzkar, Imam Nawawi mengatakan, “Dianjurkan berbicara ketika makan. Berkenaan dengan ini terdapat sebuah hadits yang dibawakan oleh Jabir radhiyallahu ‘anhu sebagaimana yang telah kami kemukakan dalam sub “Bab memuji makanan”. Imam Abu Hamid al-Ghazali dalam kitab al-Ihya mengatakan bahwa termasuk etika makan ialah membicarakan hal-hal yang baik sambil makan, membicarakan kisah orang-orang yang shalih dalam makanan.” (al-Adzkar hal 602, edisi terjemah cet. Sinar baru Algen Sindo)

7. Mengambil Makanan dari yang Terdekat Terlebih Dahulu Umar bin Abi Salamah meriwayatkan, “Suatu hari aku makan bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan aku mengambil daging yang berada di pinggir nampan, lantas Nabi bersabda, “Makanlah makanan yang berada di dekatmu.” (HR. Muslim, no. 2022)

8. Cuci Tangan Sebelum dan Sesudah Makan. Dalam riwayat lain, Abu Hurairah menyatakan, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah makan belikat kambing. Sesudah selesai makan beliau berkumur-kumur, mencuci dua tangannya baru melaksanakan shalat. (HR. Ahmad, 27486 dan Ibn Majah 493, hadits ini dishahihkan oleh al-Albani)

9. Berwudhu Sebelum Makan Saat dalam Keadaan Junub. Aisyah radhiyallahu ‘anha menuturkan, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jika dalam keadaan junub lalu hendak makan atau tidur, maka beliau berwudhu terlebih dahulu, seperti berwudhu untuk shalat.” (HR Bukhari, no. 286 dan Muslim, no. 305)

10. Mendahulukan Makan dari Shalat Ketika dalam Keadaan Sangat Lapar Dari Anas radhiyallahu ‘anhu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika makan malam sudah disajikan dan Iqamah shalat dikumandangkan, maka dahulukanlah makan malam.” (HR Bukhari dan Muslim)

11. Makan dengan Tiga jari dan Menjilat Jari dan Sisa-sisa (Makan)-nya Dari Ka’ab bin Malik dari bapaknya beliau mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam itu makan dengan menggunakan tiga jari (untuk yang dapat dimakan dengan tiga jari) dan menjilati jari-jari tersebut (setelah makan) sebelum dibersihkan.” (HR Muslim no. 20232 dan lainnya)

12. Mengambil Makanan yang Terjatuh Dari Jabir bin Abdillah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika makanan salah satu kalian jatuh maka hendaklah diambil dan disingkirkan kotoran yang melekat padanya, kemudian hendaknya di makan dan jangan dibiarkan untuk setan…” (HR Muslim no. 2033 dan Ahmad 14218)

13. Tidak Mencela Makanan Dari Abu Hurairah r.a beliau mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sama sekali tidak pernah mencela makanan. Jika beliau menyukai satu makanan, maka beliau memakannya. Jika beliau tidak suka, maka beliau meninggalkannya.” (HR. Bukhari no. 5409 dan Muslim no. 2064)

14. Makan Ketika Telah Dingin (tidak Panas) Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Makanan itu tidak boleh disantap kecuali jika asap makanan yang panas sudah hilang.” (Dalam Irwa’ul Ghalil no. 1978 Syaikh al-Albani mengatakan shahih diriwayatkan oleh Imam Baihaqi, 7/2580)

15. Tidak Meniup Air Minum dan Bernapas Pada Gelas Minuman Tersebut. Dari Abu Qatadah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika kalian minum maka janganlah mengambil nafas dalam wadah air minumnya.” (HR. Bukhari no. 5630 dan Muslim no. 263)

16. Membaca Doa Ketika Telah Selesai Makan: Alhamdulillahiladzii ath’amanii haadzaa warozaqoniihi min ghoiri haulin minnii wa laa quwwati. “Segala Puji bagi Allah yang telah member makanan ini kepadaku dan telah member rizki kepadaku tanpa daya dan kekuatan dariku.” (HR Abu Dawud no. 4023 dll)

_ disusun dari artikel ust Aris Munandar, S.S M.A. www.muslim.or.id, dan buku Do’a & Wirid ust Yazid Jawas_