Kamis, 08 Maret 2012

Demi Waktu

Aku bersyukur kepada Allah Azza wa Jalla yang masih memberiku kesempatan memperbaiki amalan dan hatiku dengan masih menyediakan waktu di dunia bagiku. Dan shalawat salam sejahtera aku lantunkan kepada nabi-Nya, penutup para nabi, Muhammad shallalahu ‘alaihi wa sallam.

Aku bertobat pada Allah atas dosa yang kulakukan, atas waktu yang kusiasiakan, atas waktu yang ku lalaikan, atas waktu yang tidak kutepati janji diatasnya. Kalaulah bukan karena kewajiban atas konsekuensi kesalahan terkait waktu, tidaklah tulisan ini ku berikan kepada orang lain. Bagaimana tidak, aku khawatir masuk dalam firman Allah:

“Sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan” [as-Saff 61: 3]

Dan aku meyadari masih banyak dari yang akan ku tulis, yang belum dapat ku laksanakan. Atasnya, kuniatkan tulisan ini untuk menasihati diriku sendiri, dan aku memohon tobat kepada Allah, semoga Allah memudahkan jalanku mengamalkan apa yang telah ku tuliskan.

Aku ingatkan diriku dengan beberapa peringatan yang aku berdoa semoga Allah memudahkan untukku melaksanakannya.


Kemuliaan Waktu. Aku teringat akan perkataan salah seorang guru, “bila Allah bersumpah dengan makhluknya, maka itu menunjukkan betapa mulianya makhluk tersebut.” Allah menjadikan waktu salah satu makhluk yang Allah bersumpah dengannya layaknya Allah bersumpah dengan Matahari, Malam, Siang, Dhuha, Langit, Bumi, dan sempurnanya Jiwa manusia. Yang kesemuanya dapat kita temui didalam Al-qur’an. Tidaklah Allah bersumpah atas nama makhluk-Nya, melainkan itu menunjukkan betapa Allah memuliakan makhluknya tersebut. Bukankah Allah tidak pernah bersumpah atas nyamuk? Yang dimata manusia adalah makhluk yang remeh, meskipun manusia tiada mungkin mampu menciptakan nyamuk barang seekor saja. Maka ini menunjukkan Allah Azza wa Jalla memuliakan waktu dan menginginkan manusia juga memuliaknnya.

Sesungguhnya waktu kita didunia akan dimintai pertanggung jawabannya. Aku ingatkan diriku agar takut dan merenungi sabda Nabi Muhammad shallalahu ‘alaihi wa sallam:

“Tidaklah bergeser telapak kaki bani Adam pada hari kiamat dari sisi Rabb-nya hingga ditanya tentang lima perkara; umurnya untuk apa ia gunakan, masa mudanya untuk apa ia habiskan, hartanya dari mana ia dapatkan dan untuk apa ia belanjakan, dan apa yang ia perbuat dengan ilmu-ilmu yang telah ia ketahui.” [HR. At Tirmidzi no. 2416 dan dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani di dalam Ash Shahihah no. 947]

Bukankah umur dan masa muda adalah bagian dari waktu? Dan telah sadarkah kita bahwa ia akan secara ketat dihisab oleh Allah Azza wa Jalla, untuk apa digunakan dan dihabiskan.

Pernahkah kita berdiri di depan orang tua kita, ditanya atas kesalahan-kesalahan kita? Pernahkah kita berdiri di depan dosen kita, diintrogasi atas kesalahan yang kita lakukan? Atau pernahkah kita berdiri di depan hakim mununggu dakwaan, apakah kita di bebaskan atau dinyatakan bersalah? Bagaimana rasanya? Tegang, gelisah, cemas, malu bercampur menjadi satu. Ketahuilah wahai fulan, kelak ketika di hari kiamat kita akan megalami yang lebih dari itu. Bukan lagi orang tua, dosen, ataupun hakim yang akan mengintrogasi kita, namun Allah Azza wa Jalla, zat yang menciptakan kita. Yang atas orangtua, dosen ataupun hakim kita dapat berbohong dan menyembunyikan kesalahan, namun tidak atas Allah Yang Maha Mengetahui yang lahir maupun batin. Maka celakalah diri yang masih banyak menyia-nyiakan waktu dalam kehidupannya. Semoga Allah mengampuniku dan memperbaiki amalan dan hatiku.

Jangan tertipu dengan waktu. Itulah peringatan dari Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam kepada kita ummatnya. Bukankah telah bersama kita dengar sabda beliau shallalahu ‘alaihi wa sallam:

”Ada dua kenikmatan yang banyak manusia tertipu, yaitu nikmat sehat dan waktu senggang”. [HR. Bukhari no. 6412, dari Ibnu ‘Abbas]

Betapa banyak waktu yang telah kita lewati diatas kesiasiaan. Ya, karena bila tidak mengarunginya dalam kebaikan, kita akan megarungi waktu dalam keburukan. Hanya dua pilihannya dan tiada yang ketiga. Sebagaimana yang telah dinukil dari perkataan imam asy-Syafi’i:

“Jika dirimu tidak disibukkan dengan hal-hal yang baik (haq), pasti akan tersibukkan dengan hal-hal yang sia-sia (bathil),” [Al Jawabul Kafi, 109, Darul Kutub Al ‘Ilmiya]

Semoga Allah merahmati asy-Syafi’i atas ilmunya yang begitu bermanfaat, dan memudahkan kita untuk mengambil dan melaksanakannya.

Jangan menunda-nunda bergerak, karena waktumu terbatas. Mungkin juga sudah tidak asing bagi kita bahwa islam melarang kita untuk menunda-nunda pekerjaan kita, pekerjaan yang bermanfaat bagi akhirat maupun dunia kita. Sebagaimana atsar yang datang dari Ibnu Umar –semoga Allah meridhainya:

“Apabila engkau berada di sore hari maka janganlah menunggu hingga pagi hari. Dan apabila engkau berada di pagi hari maka janganlah menunggu hingga sore hari. Pergunakanlah waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu. Dan pergunakanlah hidupmu sebelum datang kematianmu.” [HR Al bukhari no.6416]

Waktu adalah makhluk yang ajaib. Ketika ia menghampirimu gunakanlah sebaik mungkin, karena ketika ia telah berlari meninggalkanmu, secepat apapun larimu tidak akan mungkin mengejarnya. Karena itulah penyesalan ada diakhir. Bila waktu yang telah berlalu dapat kau hadirkan lagi kehadapanmu maka tak perlu khawatir untuk lalai, untuk berbuat dosa, untuk menyesal, namun sayang ia tidak akan kembali.

Waktu bukan hanya milikmu, milik orang lain juga. Betapa banyak orang yang telah kita rugikan atas tidak respect-nya kita terhadap waktu? Berapa banyak pula kegiatan dan acara yang harus tertunda karena kelalaian kita terhadap waktu? Waktu bukan hanya milikmu, ia milik orang lain juga. Sebagai makhluk sosial kita berinteraksi dengan makluk lainnya. Kelalaian kita terhadap waktu tidak hanya merugikan kita melainkan pula orang lain. Bukankah merugikan orang lain diharamkan dalam islam?

Habiaskan waktu dalam kebaikan. Manusia diciptakan untuk beribadah kepada Allah. Konteks ibadah tidak terbatas pada shalat, zakat, puasa, shadaqah dan yang semisalnya. Bukankah perdagangan yang baik dapat menadi ibadah? Begitu pula muamalah (hubungan dengan manusia) yang baik akan menjadi ibadah. Menepati janji, tepat waktu, tidak menunda-nunda amalan baik adalah bentuk ibadah. Sebagai mana yang disampaikan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, bahwa ibadah adalah setiap apa yang dicintai dan diridahai oleh Allah, zahir maupun batin, baik dengan lisan, perbuatan, maupun hati.

Kita bersemangat atas apa yang akan bermanfaat bagi kita baik dunia maupun akhirat, sebagaimana sabda nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

“Bersemangatlah atas hal-hal yang bermanfaat bagimu, Mintalah tolong pada Allah, Jangan engkau lemah.” [HR Muslim: 47]

Semangatlah dalam mengisi waktu kita untuk hal-hal yang bermanfaat, baik bagi dunia maupun akhirat kita. Dan jangan melakukan keburukan diatas waktu yang telah Allah berikan kepada kita. Simaklah perkataan Ibnu Qayyim al Jauziyah:

“Jika waktu hanya dihabiskan untuk hal-hal yang membuat lalai, untuk sekedar menghamburkan syahwat (hawa nafsu), berangan-angan yang batil, hanya dihabiskan dengan banyak tidur dan digunakan dalam kebatilan (baca: kesia-siaan), maka sungguh kematian lebih layak bagi dirinya.”[ Al Jawabul Kafi, 109]

Ya, orang-orang yang tidak mampu memanfaatkan waktunya dalam kebaikan maka kematian lebih layak baginya. Hasan al-Bashri juga berkata:

“Wahai manusia, sesungguhnya kalian hanyalah kumpulan hari. Tatkala satu hari itu hilang, maka akan hilang pula sebagiandirimu.” [Hilyatul Awliya’, 2/148, Darul Kutub Al ‘Arob]

Waktumu terbatas, prioritaskan yang paling penting dari yang penting. 24 Jam sehari waktu yang telah Allah berikan kepada setiap manusia, tidaklah berbeda. Ulama dahulu, Abu Hanifah, Malik, Asy-Syafi’i, Ahamad bin Hambal, Bukhari, Muslim, an-Nawawi, Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim dan yang lainnya adalah manusia. Waktu mereka sama dengan kita, 24 jam sehari. Namun tidakkah kita melihat betapa banyak kebaikan yang dapat mereka perbuat daripada kita? Betapa banyak ilmu yang dapat mereka warisakan? Apakah waktu mereka lebih banyak? Tidak. Allah maha Adil. Waktu mereka bukan lebih banyak melainkan lebih berkah dari kita.

Mereka terbangun disaat malam hari manusia tidur, tidaklah mereka melakukan suatu hal dalam hidupnya, melainkan yang bermanfaat. Bukankah telah sampai kepada kita berita tentang imam Nawawi dan Syaikhul Islam ibnu Taimiyah yang tidak menikah hingga akhir hayatnya? Mereka benci untuk menikah? Tidak. Sungguh mereka lebih mengetahui betapa mulianya pernikahan. Namun mereka tersibukkan dengan ilmu, mencari dan megajarkannya sehingga tidak sempat mereka menikah. Subhanallah dimana kita?

“Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya (karena seringnya mereka melakukan shalat malam), sedang mereka berdo’a kepada Rabbnya dengan rasa takut dan harap, dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka.” [QS. As Sajdah: 16]

Sungguh nasihat ini kuniatkan untuk diriku sendiri. Bila bermanfaat bagi orang lain maka itu adalah rahmat dari Allah Azza wa Jalla. Segala yang benar datang dari Allah sedangkan kesalahan datang dari diri ini dan setan. Bila ada perkataan diatas yang bertentangan dengan Al-qur’an dan Sunnah yang shahih, maka tidak usah ragu untuk membuang perkataanku ke tempat sampah dan menggantinya dengan Al-qur’an dan Sunnah yang Shahih tersebut.

Semoga Allah memudahkanku untuk dapat memuliakan waktu.
Puji Syukur Pada Allah dan shalawat serta salam semoga tercurah pada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Yang sedang belajar memuliakan waktu,

Wahyu Ibnu Atman
17:22, 28 – 02 – 12
di sore yang mendung
Perpustakaan FEUI Depok