Senin, 02 Juli 2012

Pemuda, Antara Harapan dan Keterpurukan

Oleh: Wahyu Jatmiko (Manajemen, FEUI)

Telah lekat ditelinga kita untaian kalimat bahwa masa depan bangsa bergantung pada pemudanya, bila pemudanya baik maka baiklah bangsa tersebut, bila buruk maka buruklah bangsa tersebut. Agaknya tidak pernah terdengar ditelinga kita perdebatan mengenai kebenaran perkataan tersebut. Ya, pemuda adalah senjata utama suatu bangsa untuk menyambut masa depannya. Karena itulah Roosevelt mengatakan “We cannot always build the future for our youth, but we can build our youth for the future”.

Begitu banyak definisi yang menjelaskan makna dari pemuda, dari mulai yang menyamakannya dengan definisi remaja, yakni orang yang berada dalam umur peralihan dari anak-anak menuju dewasa (12-21 tahun) atau adapula yang menyatakan bahwa pemuda tidaklah dibatasi oleh umur, berapapun umurnya asalkan memilliki ciri-ciri pemuda, tetaplah disebut pemuda. Dalam permbahasan kali ini penulis ingin mendefinisikan pemuda sebagaimana definisi yang tertera pada UU Kepemudaan Nomor 40 Tahun 2009 yang membatasi umur pemuda dari 16 hingga 30 tahun. Hal ini penulis anggap lebih relevan dengan tema yang akan diangkat.

Bila pemuda adalah penentu masa depan bangsa, maka berhati-hatilah bagi bangsa yang pemudanya berada dalam keterpurukan. Ketika pemuda suatu negara berada dalam disorientasi akan jati dirinya sebagai sosok yang diharapkan mampu membawa “kapal” negaranya sukses menelusuri samudera yang begitu luas, maka telah seharusnya alarm peringatan akan kehancuran masa depan bangsa dinyalakan oleh negara tersebut. Sebaliknya, bila suatu bangsa telah dapat menyiapkan pemuda-pemuda yang memiliki orientasi kuat akan peran sentralnya dalam pembanguan masa depan bangsa, maka berbahagialah bangsa tersebut karena telah menyiapkan masa depan yang baik. Ironinya kenyataan telah berbisik kepada kita, bahwa kondisi pemuda negara Indonesia tercinta ini lebih dekat dengan kondisi yang pertama. Keterpurukan dan disorientasi akan peran dalam kehidupan.

Bagaimana tidak? Data telah berbicara dan realita telah bersaksi bahwa 62,7 persen remaja di Indonesia pernah melakukan hubungan layaknya suami istri (data Komnas Pendidikan Anak), BKKBN menyatakan bahwa 51 persen remaja telah merasakan kenikmatan semu seks bebas. Selesai sampai disitu? Tidak, melalui Prof dr Wimpie Pangkahila (guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Udayana) kenyataan menyampaikan bahwa diperkirakan jumlah kasus aborsi atau pengguguran kandungan di Indonesia mencapai 2,5 juta kasus per-tahun. Penggunaan narkoba juga begitu subur di negara kepulauan ini, tidak kurang dari 5 juta penduduk Indonesia diperkirakan menjadi pengguna barang haram tersebut (kompas, 29 April 2012).

Seks bebas dan narkoba telah membawa petaka bagi bangsa ini, data kementerian kesehatan menyebutkan bahwa diperkirakan 200.000 penduduk indonesia menderita penyakit mematikan HIV/AIDS (tempo.co, 25 November 2011). 76,3 persen disebabkan oleh seks bebas dan 16,3 persen oleh jarum suntik (data Komisi Nasional Penanggulangan AIDS). Konsumsi minuman keraspun tinggi, belum lagi kekerasan yang timbul dalam bentuk tawuran baik dikalangan pelajar SMA maupun mahasiswa. Ironi, satu kata yang tepat menggambarkan betapa para pelajar bangsa yang dididik untuk dapat lebih ilmiah dalam berfikir, mengandalakan otak ketimbang otot, justeru menjadi pasukan perang yang “nyasar” di jalan-jalan kota, saling berkelahi sesama anak bangsa, melempari aparat keamanan dengan batu dan bom molotov, bahkan merusak sarana umum, pertokoan dan restoran.

Data telah berbicara, kenyataan tidak mungkin dipungkiri. Pemuda indonesia kini berada ditengah badai krisis jati diri dan disorientasi akan perannya dalam pembangunan bangsa. Dengan kondisi seperti itu bagaimanakah masa depan bangsa ini? Kemanakah kapal besar bernama “bangsa Indonesia” akan berlayar? Memahami permasalahan adalah setengah dari solusi. Kita harus memahami bahwa ada dua faktor utama yang menyebabkan pemuda rentan mengalami disoreintasi peran.

Faktor yang pertama adalah faktor internal. Faktor internal disorentasi pemuda adalah karakteristik pemuda itu sendiri. Sebagaimana yang disebutkan oleh bapak psikologi remaja Stanley Hall, bahwa masa muda adalah masa badai dan tekanan (storm and stress). Ya, masa muda adalah masa dimana seseorang sangat sensitif akan kondisi dan situasi. Perubahan-perubahan terjadi secara cepat termasuk dalam hal yang fundamental layaknya pemikiran, emosi, sosial dan lain-lain. Selain itu, masa muda juga merupakan masa pencarian akan jati diri dan krisis identitas, sebagaimana yang diungkapkan oleh seorang psikolog berkebangsaan Jerman Erik Erikson.

Masa muda adalah masa dimana kebutuhan akan cinta cukup tinggi. Baik cinta yang bersifat kasih sayang (Affectionate Love) dari keluarga maupun cinta dengan lawan jenis (Romantic Love). Sering kalai kita mendengar bahwa kenakalan pemuda disebabkan oleh rasa putus cintanya kepada kekasihnya, sehingga pelarian yang dilakukan adalah mengkonsumsi narkoba atau minuman keras. Telinga kita juga telah akrab dengan kenakalan pemuda yang disebabkan karena tidak adanya rasa kasih sayang dari orang tua dirumah. Kedua orang tuanya berkerja, sebelum ia bangun telah berangkat ke kantor dan baru pulang ketika ia telah tidur.

Yang kedua adalah faktor eksternal. Dari banyak faktor eksternal yang ada agaknya globalisasi menjadi sumber utama penyebab disorientasi pemuda. Globalisasi menyebabkan arus informasi yang begitu cepat dan mudah untuk diakses. Kita dapat mengetahui informasi dari belahan dunia manapun dalam waktu sekejap saja. Media sosial begitu terbuka dan memberikan lautan informasi yang tidak menentu darimana asalnya. Penyebaran nilai dan budaya pun dengan mudahnya berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya melalui teknologi media ini. Pemuda dengan karakteristik sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya memiliki ketertarikan dan kemampuan untuk masuk kedalam arus informasi dan sosial media ini.

Tentunya globalisasi bukanlah seluruhnya negatif. Globalisasi seperti mata uang yang memiliki dua sisi. Satu sisi positif dan lainnya adalah negatif. Pemanfaatan globalisasi dengan baik akan mendatangkan kemajuan dan kebaikan, mengambil sisi buruknya tentu akan mendatangkan keburukan. Layaknya pisau yang dapat digunakan untuk membunuh oleh penjahat namun juga dapat digunakan oleh seorang ibu memasak untuk keluarganya. Membunuh adalah keburukan, sedangkan memasak untuk keluarga adalah kebaikan. Begitu pula globalisasi. Arus informasi yang tersedia dapat menjadi sebuah kebaikan bila kita menjadikannya sebagai sarana untuk memeroleh pengetahuan baru, mengambil nilai dan budaya yang baik dari negara-negara barat, seperti kejujuran, ketepatan waktu, profesionalisme dan lain-lain. Namun dapat juga menjadi keburukan bila yang kita ambil adalah budaya-budaya buruk seperti seks bebas yang selalu dipropagandakan dalam sebagian besar filem-filem barat, pornografi, narkoba, mengkonsumsi minuman keras, cara berpakaian yang tidak baik dan lain sebagainya. Namun yang sangat disayangkan, ketimbang mengambil yang baik, pemuda lebih sering mengakulturasi (bahkan mengambil mentah-mentah) hal-hal yang buruk sebagaimana yang telah disebutkan diatas.

Tentu sangat akrab ditelinga kita kata-kata besar seorang presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno, “Berikan aku sepuluh pemuda maka akan kuguncang dunia.” Sungguh kalimat yang penuh dengan optimisme dan harapan akan kekuatan pemuda Indonesia. Namun sahabatku sesama pemuda, mari kita pikirkan siapa pemuda yang diseru oleh sang presiden diatas? Apakah pemuda yang diseru adalah pemuda yang mengkonsumsi narkoba, melakukan seks bebas, menenggak minuman keras, melakukan aborsi atau melakukan tawuran pelajar? Atau yang diseru adalah pemuda yang memiliki semangat juang tinggi, dapat mengkonversi globalisasi menjadi keunggulan kompetitifnya, melakukan perubahan untuk diri sendiri, keluarga dan negeri, berusaha menjadi ahli dibidangnya masing-masing, tidak hanya ber-“aksi” turun ke jalan namun juga berkontribusi dan mengabdi kepada negeri? Tentu, saya berani bertaruh kalau belau masih hidup dan pertanyaan ini diberikan kepada beliau, seribu persen beliau akan menjawab pemuda yang kedualah yang dimaksud.

Pemuda adalah harapan bangsa. Peran pemuda sangat sentral untuk mendatangkan masa depan yang baik kepada negeri ini. Masa-masa muda adalah masa yang sangat potensial untuk melakukan perubahan-perubahan positif. Tidak perlu besar, kecil namun berkelanjutan adalah lebih baik. Begitu banyak kontribusi yang dapat kita sumbangkan, tidak perlu selogan mengubah dunia, ubahlah diri kita sendiri terlebih dahulu menjadi pribadi yang lebih baik. Karena sejatinya kita adalah bagian dari dunia, mengubah diri kita berarti telah mengubah bagian kecil dari dunia. Akhirnya keputusan ada ditangan kita, ingin menjadi pemuda yang diharapkan atau yang terus berkawan dengan keterpurukan.

Wahyu Jatmiko|@wahyuibnuatman

Rabu, 27 Juni 2012

Ketika Pembangunan Hijau Berkelanjutan Diperjualbelikan

Oleh: Wahyu Jatmiko (management FEUI)

Pembangunan hijau berkelanjutan bukanlah konsep baru dalam model pembangunan di dunia. Setidaknya sejarah telah mencatat Earth Summit di Rio de Jenerio pada 1992, kemudian dilanjutkan tercetuskannya Kyoto Protokol pada 1997, dan yang teranyar KTT+20 Rio de Jenerio, yang kesemuanya adalah usaha untuk melakukan pembangunan hijau yang berkelanjutan melalui pengurangan emisi global. Pembangunan yang tidak peka dengan aspek lingkungan dan keberlanjutan dimasa depan menyebabkan terjadinya perubahan iklim global yang disebabkan oleh efek rumah kaca, kemudian pada akhirnya menyadarkan dunia akan pentingnya konsep pembangunan yang ramah lingkungan dan juga memikirkan generasi mendatang.

Program-program yang dilakukan dalam rangka mendukung penerapan pembangunan hijau berkelanjutan begitu banyak. Salah satunya yang saat ini sedang ramai dibincangkan adalah REDD. Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation in Developing Countries (REDD) secara sederhana merupakan program pemberian insentif finansial bagi negara-negara yang terbukti dapat menahan laju emisi mereka dengan cara menjaga kelestarian hutan. Adapun REDD+ merupakan perluasan dari REDD dengan memasukkan peranan konservasi, pengelolaan hutan secara berkesinambungan dan peningkatan cadangan karbon. Menariknya, mekanisme REDD adalah negara atau swasta yang dapat menjaga hutannya untuk tidak mengeluarkan emisi potensial dari hutan tersebut akan mendapatkan fee dari negara atau swasta yang seharusnya juga memiliki responsibilitas dalam menjaga kehijauan ekonomi dunia. Atau dapat dikatakan terjadi jual-beli “jasa” pengurangan emisi global. Pertanyaannya, dengan mekanisme jual-beli eimisi seperti itu seberapa efektifkah REDD dapat mendukung pembangunan hijau yang berkelanjutan?

Bila kita berbicara berdasarkan data, REDD dapat dikatakan tepat untuk Indonesia. REDD langsung menyasar kepada emisi yang disebabkan oleh perubahan fungsi hutan. Karena sebagaimana yang kita ketahui bahwa hampir setengah kontribusi emisi di Indonesia disebabkan oleh pengalihan fungsi hutan, yakni sebesar 48% (data Kementerian Lingkungan Hidup, 2009). Bila kita menganalisa dengan pareto tentu program REDD adalah tepat karena langsung mengatasi penyebab terbesar dari emisi global yang ada.

Namun, bila kita lihat secara lebih fundamental maka sebenarnya kebijakan ini “terkesan” tidak adil. Seakan-akan ini merupakan hasil dari ketidakinginan negara maju untuk mengurangi emisi pada negaranya dan lebih memilih untuk membeli usaha pengurangan emisi dari negara lain (developing country). Karena memang secara hitung-hitungan matematis ekonomi pembangunan konvensional lebih menguntungkan dibandingkan pembangunan hijau berkelanjutan. Artinya sebenarnya negara maju secara parsial tidaklah menerapkan pembangunan hijau berkelanjutan. Cara menilai jumlah dan harga emisi yang diperdagangkan juga tidaklah mudah. Teknologi untuk menilai hal tersebut mungkin juga tidaklah murah. Terlebih juga banyak masyarakat kecil yang menggantungkan ekonominya pada pemanfaatan hutan. Ekonomi mereka tentu akan sangat terganggu dengan penerapan REDD bila pendistribusian hasil dari REDD tersebut tidaklah menjamah mereka.

Terlepas dari positif dan negatifnya program pembangunan hijau berkelanjutan adalah kewajiban setiap negara bahkan setiap manusia yang masih menginjakkan kakinya di bumi. Alam adalah amanah yang harus dijaga, dan keberlangsungan pembangunan yang ada tentu tidak boleh mendzalimi generasi masa depan.

Selasa, 19 Juni 2012

“Pemuda, Masa Depan Kebangkitan Ekonomi Indonesia” (jilid II)

oleh: Wahyu Jatmiko (Management, FEUI)|@wahyuibnuatman

Pemuda Senjata Utama Indonesia

Dalam hal sumber daya manusia Indonesia, terdapat satu hal yang sangat menarik. Yakni struktur umur dari penduduk Indonesia yang mencapai 240 juta itu. Yang menarik dari struktur tersebut adalah jumlah pemuda Indonesia yang mencapai 60 persen dari populasi penduduk Indonesia. Kategori pemuda disini adalah kisaran umur 15 sampai 54 tahun. Umur tersebut adalah range umur produktif untuk bekerja. Inilah sebenarnya peluang utama yang dimiliki oleh Indonesia baik dalam menghadapi krisis global ekonomi dunia ataupun menghadapi isu-isu yang lainnya. Bila kita melirik kepada negara lain, Cina misalnya tidak memiliki penduduk usia muda yang ideal dikarenakan adanya single child policy (kebijakan satu anak). Atau negara-negara eropa seperti Jerman yang mangalami struktur demografi penduduk piramida terbalik dengan lebih banyak pada umur tua. Dengan struktur komposisi penduduk berdasarkan umur yang dimiliki Indonesia tersebut maka Indonesia memiliki populasi yang produktif hingga tahun 2030, sebuah competitive advantage yang sangat berharga bagi Indonesia ditengah krisis dan persaingan global.

Lantas mengapa peran pemuda sangat penting untuk kemajuan Indonesia. Setidaknya kita memiliki beberapa alasan terkait dengan hal ini. Pemuda adalah penerus estafet kepemimpinan di Indonesia. Sepuluh atau duapuluh tahun kedepan para pemudalah yang akan menggantikan para pemimpin yang kini telah kian menua. Sehingga memiliki pemuda yang baik, kompeten, berpendidikan, dan kreatif adalah aset paling berharga yang dimiliki oleh peradaban suatu negara. Selain itu pemuda juga merupakan orang-orang yang sangat kreatif. Kita mengetahui bahwa kreatifitas adalah hal yang sangat mahal. Penemuan-penemuan berharga banyak ditemukan lewat kreatifitas-kreatifitas para pemuda.

Hampir semua dari kita mengetahui tentang Mark Zukerberg, milioner muda yang sukses atas kreatifitasnya dalam mebuat social media facebook. Ia kini menjadi salah satu orang terkaya didunia dengan jumlah kekayaan mencapai US$ 17,55 Miliar. Dan hebatnya umurnya kini baru mencapai 28 tahun. Atau juga kita mengenal Jack Dorsey. Ya, pada 2006 ia mendirikan social media twitter yang menjadikan dirinya kini ditaksir memiliki kekayaan sekitar US$ 250 Juta di umur 35 tahun. Keduanya memiki kesamaan, yakni muda dan kreatif. Banyak sekali pengertian para ahli terkait dengan kreatifitas salah satunya adalah yang dinyatidakan oleh Welsch (1980) yang mendefinisikan kreatifitas sebagai:

“The Process of generating unique products by transformation of existing products. These product, tangible or intangible must be unique only to the creator or must meet the criteria of purpose and value etablished by the creator.” walaupun kreatifitas bukanlah monopoli para pemuda saja, namun peluang yang lebih besar untuk dapat menjadi kreatif jelaslah ada ditangan pemuda dibandingkan dengan generasi-generasi tua. Pada akhirnya perekonomian memang membutuhkan kreatifitas yang tinggi. Terlebih kita mengetahui bahwa dunia saat ini telah mengarah kepada globalisasi yang memiliki konsekuensi akan semakin ketatnya persaingan dalam bisnis.

Mark Zukerberg dan Jack Dorsey memang bukanlah orang Indonesia. Dan kita tidaklah membutuhkan mereka untuk menjadi orang Indonesia. Mengapa? Karena Indonesia memiliki aset sumber daya manusia yang begitu banyak. 144 juta warga Indonesia yang berada di usia muda adalah aset berharga yang tidak dimiliki bangsa lain. Kita para pemuda adalah bagian tidak terpisahkan dalam kesuksesan Indonesia dalam bidang ekonomi, bukan hanya sukses menghadapi krisis namun juga untuk memenangi kompetisi perekonomian dunia yang semakin ketat. Bukankah kita memiliki sosok pengusaha muda yang sukses seperti Sandiago S Uno, yang pada tahun 2009 oleh Forbes dinobatkan sebagai orang terkaya ke-29 di Indonesia. Umurnya belum lebih dari 40 tahun ketika itu. Kita juga memiliki pengusaha muda sukses seperti Hendy Setiono pendiri kebab Turki Baba Rafi. Usaha kebabnya yang ia rintis pada 2003 kini memiliki omzet 1 miliar rupiah per bulan dan telah memiliki 100 outlet di 16 kota yang tersebar diseluruh Indonesia. Tahukah anda berapa umurnya kini? 29 tahun. Masih muda bukan? Untuk akademisi dibidang ekonomi kita memiliki seorang akademisi muda yang dalam umurnya 32 tahun ketika itu telah dapat mencatatkan diri sebagai dekan termuda Universitas Indonesai yakni Prof Firmanzah, Ph. D yang kini menjadi Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Indonesia tidaklah kekurangan stok pemuda-pemuda unggul dalam segala bidang.

Prestasi demi prestasi pun diukir oleh para pemuda-pemuda Indonesia dalam olimpiade Internasional. Baru-baru ini para pelajar Indonesia meraih medali di even olimpiade sains Internasional. Begitu banyak inovasi dikembangkan oleh para mahasiswa di Indonesia, mulai dari mobil-mobil listrik hemat energi, makanan pengganti nasi yang terbuat dari jagung, dan ide-ide bisnis kreatif lainnya. Banyak pula pengabdian masyarakat yang telah di curahkan oleh para pemuda khususnya mahasiswa. Lihatlah para pemuda Aceh yang kini berdomisili di Eropa yang mendirikan kelompok pemberdayaan ekonomi untuk masyarakat di desa-desa yang ada di Aceh (bernama Aceh Goet). Kelompok tersebut di koordinasikan dengan rapih dan baik. Semua dilakukan oleh para pemuda Indonesia.

Tantangan yang Harus dihadapi

Namun tentunya keunggulan-keunggulan tersebut bukanlah tanpa hambatan. Begitu banyak rintangan yang seyogyanya dapat dijadijan tantangan positif oleh para pemuda. Kita tentu mengetahu bahwa Indonesia merupakan pasar narkoba yang cukup besar bagi sindikat-sindikat narkoba. Tidak kurang dari 5 juta penduduk Indonesia diperkirakan menjadi pengguna narkoba (kompas.com, 29 April 2012). Kebanyakan yang terlibat dari mereka adalah para pemuda dan celakanya lagi adalah public figure seperti artis sehingga memberikan image moral yang kurang baik. Seks bebas juga menjadi tantangan sendiri bagi pemuda, survey terbaru menunjukan 63% dari remaja dikota-kota besar melakukan hubungan seks sebelum menikah (metrotvnews.com).

Bilamana tidak tersibukan dalam kebaikan pasti kita disibukan dalam keburukan. Agaknya kalimat bijak tersebut harus dapat kita renungi. Bahwa para pemuda adalah generasi penerus bangsa yang harus bergerak membawa perubahan yang lebih baik, tidak hanya diam karena diam adalah mati. Pemuda harus menyadari bahwa kita adalah ujung tombak perkembangan bangsa ini baik itu dalam bidang ekonomi maupun selainnya. Ditengah krisis global yang sedang melanda dunia, ide-ide kreatif, pemikiran-pemikiran yang segar, mobilitas dan fleksibilitas yang tinggi, serta jasmani yang kuat tentu dibutuhkan untuk dapat membawa Indonesia terhindar dari krisis global bahkan mampu menjadi negara maju di kemudian hari.

Tidaklah pantas bagi pemuda untuk diam di era yang fleksibilatas dan mobilitas adalah kebutuhan utama. Tidaklah perlu para pemuda menyibukan diri untuk turun kejalan berdemo dengan anarkis menentang kebijakan-kebijakan pemerintah, yang sering darinya berkenaan dalam hal ekonomi. Bukan merupakan himbauan untuk hanya diam atas ketidaksetujuan pada kebijakan penguasa, melainkan memfokuskan diri memberikan kontribusi yang lebih rill daripada sekadar turun kejalan, membanggakan jaket almamater masing-masing, dan pada akhirnya berbuat anarkis yang akan merugikan negara ini sendiri. Aksi demonstrasi adalah sebuah pilihan namun pengabdian pada negeri adalah sebuah kewajiban. Maka menyibukan diri dengan kontribusi yang konkrit agaknya menjadi lebih penting dan berharga bagi para pemuda.

Pemuda, Ambilah Peranmu!

Kontribusi, adalah sebuah kalimat yang telah sepantasnya selalu melekat pada para pemuda. Saya ingin meminjam kalimat motivasi yang sangat terkenal dari John F. Kennedy, ”Dont ask what your country can do for you, but what you can do for your country.” Ya, kontribusi adalah kata yang harus menjadi proiritas bagi para pemuda. Banyak hal yang dapat dilakukan oleh pemuda dalam membangun ekonomi bangsa. Beberapa diantaranya akan saya sebutkan dalam tulisan ini.

Sadari Engkau Berharga. Know the problem is a half of solution. Kita, pemuda, harus menyadari bahwa kita adalah aset berharga sekaligus harapan bagi Indonesia. Menumbuhkan kesadaran adalah turning point menuju pencapaian solusi atas sebuah masalah. Bila para pemuda tidak menyadari peran pentingnya dalam perekonomian Indonesia, maka sampai kapanpun tidak akan ada kontribusi tepat yang dapat di berikan.

Siapkan diri. If you fail to prepare you are preparing to fail begitulah perenang Amerika, Mark Spitz, mengatakan. Menyiapkan diri adalah poin penting untuk menghadapi kompetisi global yang super ketat. Kita cinta Indonesia satu paket dengan bahasanya, namun bahasa Indonesia tidaklah digunakan secara universal oleh seluruh negara. Yang digunakan adalah bahasa Inggris. Karena itu sebuah kapastian adalah kita harus dapat menguasai bahasa internasional tersebut. Mugkin hal ini terdengar sangat sepele, namun banyak para pemuda yang belum aware dengan hal ini.

Sebagaimana yang telah kita ketahui, dunia semakin borderless. Perdagangan bebas antar negara adalah sebuah keniscayaan. Terlebih tahun 2015 kelak kita harus siap menghadapai Masyarakat Ekonomi Asean (Asean Economic Community). Malaysia dan Singapura tentunya sudah lebih unggul dalam penguasaan terhadap bahasa inggris dibanding Indonesai. Karena itu membiasakan untuk melatih kemampuan berbahasa inggris adalah sebuah kebutuhan. Ini dapat dilakukan dengan mengikuti komunitas-komunitas bahasa inggris, kompetisi yang menggunakan bahasa inggris, international conference, atau bahkan penetapan hari berbahasa inggris oleh negara. Selain bahasa tetu dari segi hard dan soft skill juga perlu dipersiapkan.

Laksanakan Kontribusi Walaupun Sekecil Apapun. Kita bisa memulai dengan membuat bisnis sedari dini. Kita jadikan para teladan dalam hal usaha seperti Sandiago S Uno dan yang lainnya. Belajar dari mereka untuk membangun bisnis. Dan pekerjakanlah orang lain jangan mau untuk dipekerjakan. Sungguh jumlah entrepreneur diIndonesia belum sampai jumlah minimal pengusaha yang seyogyanya ada dalam suatu negara yakni 2%. Baru 1,56% dari penduduk Indonesia yang menjadi pengusaha (vivanews.com, 8 Juni 2012). Dengan potensi yang ada saya yakin bahwa pemuda-lah yang dapat menggenapi angka tersebut menjadi 2% bahkan lebih dari itu. Kuncinya adalah mulailah usaha walau sekecil apapun.

Mulai dari diri sendiri. Everyone thinks of changing the world but no one thinks of changing him self. Semua harus dimulai dari diri kita sendiri. Cita-cita menghadirkan perubahan pada dunia yang lebih baik adalah mulia namun mustahil tercapai tanpa memulai perubahannua dari diri kita sendiri. Karena mengubah diri kita menjadi lebih baik berarti telah mengubah bagian kecil dari dunia ke arah yang lebih baik. Bukankah kita bagian dari dunia? Karena itulah saya kira kontribusi lebih penting bagi pemuda dibandingkan sekadar turun aksi.

Masih banyak lagi yang pemuda dapat lakukan untuk negeri perekonomian negeri Indonesia ini. Bahkan hingga mengkonsumsi produk-pun menjadi kontribusi yang dapat dilakukan oleh para pemuda. Ya, jumlahnya yang 60% dari populasi tentu sangatlah potensial dalam hal konsumsu, terlebih juga purchasing power masyarakat Indonesia yang meningkat. Sebagaimana teori makro ekonomi yang telah kita pelajari, bahwa salah satu komponen dalam penghitungan GDP adalah konsumsi masyarakat. Maka konsumsi yang tinggi juga menjadi andalan perekonomian Indonesia. Terlebih bila konsumsi yang dilakukan adalah konsumsi pada produk-produk lokal karya anak bangsa.

Akhirnya momentum kebangkitan perekonomian Indonesia ditengah krisis global ini sangatlah terbuka. Momentum itu telah hadir dan secara lebih spesifik menyapa para pemuda di negeri ini. kita optimis dengan kekayaan sumber daya alam yang kita miliki, letak geografis yang sangat strategis, dan sumber daya manusia yang sedang mencapai puncaknya sampai tahun 2030 nanti, Indonesia akan terhindar dari krisis bahkan krisis ekonomi global yang terjadi dapat menjadi momentum perekonomian Indonesia menuju negara maju. Ditambah lagi data sejarah perkonomian Indonesia yang terus membaik, menjadi ‘doping’ bagi kemenangan Indonesia dalam kancah persaingan ekonomi global.

selesai....

“Pemuda, Masa Depan Kebangkitan Ekonomi Indonesia” (jilid I)

oleh: Wahyu Jatmiko (Management, FEUI)|@wahyuibnuatman

Ditengah banyaknya perdebatan yang ada didunia. Terkait segala isu mencakup ekonomi, politik, budaya, keamanan dan keamanan. Agaknya seluruh insan didunia ini bersepakat dalam satu hal, krisis ekonomi global sedang menimpa dunia. Great Depression kembali menampakan wujudnya. Negara-negara yang menjadi simbol kemapanan ekonomi justeru tersungkur tidak berkutik menghadapinya. Bagaimana tidak, bahkan justeru dari merekalah api krisis ekonomi global disulut.

Krisis Ekonomi Dunia Dimulai dari subprime mortgage default yang terjadi di Amerika Serikat pada 2008. Kebijakan the-Fed yang memberikan izin bank-bank di Amerika untuk memberikan kredit perumahaan kepada kalangan berpenghasilan rendah yang secara penilaian normal tidaklah memiliki kapasitas keuangan yang memadai atau yang sering disebut dengan ninja loan (pinjaman pada nasabah yang no job, no income, dan no asset) berujung pada bencana ekonomi. Jelas ini menimbulkan kritik para ahli karena risiko yang terlalu tinggi atas pinjaman tersebut. Namun keinginan untuk menjaga permintaan terhadap perumahaan agar tetap tinggi dan pada akhirnya dapat meningkatkan GDP negara membuat ‘buta’ para pemangku kebijakan ekonomi Amerika Serikat. Hasilnya sebagaimana yang kita lihat, kekawatiran para ahli terbukti. Banyak kredit perumahaan yang macat, merusak sistem perbankan Amerika Serikat dan dampaknya menjalar ke Eropa dan Asia.

Sistem keuangan di AS kala itu sungguh mengalami keterpurukan yang dalam. Agaknya kita tidak pernah membayangkan bahwa Investment Banker sekelas Lehman Brothers kini hanya tinggal nama karena menjadi korban ‘pembunuhan’ oleh krisis keuangan 2008. Pemerintah AS kala itu harus menyelamatkan begitu banyak lembaga keuangan di negerinya. Bahkan Fannie Mae dan Freddie Mac pun tidak luput dari uluran tangan pemerintah AS, padahal sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa mereka adalah lembaga penyalur kredit terbesar di AS. Tidak heran bila setelahnya indeks harga saham pada bursa global juga anjlok dan terpuruk. Dan hal tersbut dirasakan oleh seluruh bursa saham di dunia. Sentimen negatif pasarpun muncul, para investor panik dan menarik kembali investasi-investasi mereka. Efek domino yang dijelaskan oleh para ekonom dalam buku-buku mereka kini menampakkan wajahnya. Krisis ekonomi global pun terjadi.

Utang Membawa Petaka

Ditengah usaha AS dan negara dunia untuk recovery dari krisis global yang terjadi krisis ekonomi dengan sebab lain kini muncul. Yunani seketika menjadi sorotan dunia mulai tahun 2009 samapai saat ini. Eropa menjadi sumber api lain munculnya titik ‘kebakaran’ ekonomi lain bagi dunia. Ditengah kemegahan penyelenggaraan pesta sepak bola terakbar di Eropa, euro 2012, sebenarnya saat ini negara-negara Eropa tidaklah semegah dan setegar para delegasi mereka dalam pertandingan sepak bola ter-akbar Eropa tersebut. Krisis hutang timbul di Eropa. Yunani menjadi aktor utama pada krisis yang akan berdampak global bagi ekonomi dunia ini.

Utang Yunani secara mengejutkan ternyata berada di atas Gross Domestic Product (GDP)-nya. Diperkirakan Yunani memiliki utang sebesar 120% dari GDP yang dimilikinya, bahkan mungkin lebih. Padahal sampai awal tahun 2000-an tidaklah orang membayangkan bahwa Yunani akan menjadi sumber krisis keuangan. 2000-2007 bahkan Yunani menacatatkan pertumbuhan ekonomi hingga mencapai 4,2% pertahun. Bila dibandingkan dengan negara-negara di Eropa kala itu tentu ini merupakan pertumbuhan yang cukup tinggi, bahkan tertinggi. Utang pemerintah Yunani kala itu di-‘amplas’ sehingga tidak diketahui publik angka besar utang Yunani sebenarnya. Kesejahteraan berupa subsidi, dana pensiun, gaji PNS lebih banyak dibiayai oleh pemerintah dengan menggunakan utang. Terlebih terdengar kabar bahwa terjadi praktik korupsi akut pada lini-lini pemerintahan di negara tersebut terutama pajak.

Pandangan (view) apapun yang kita gunakan dalam melihat praktik utang Yunani, tentu kita akan sampai pada kesimpulan bahwa praktik tersebut sungguh tidak baik. Apakah kita menggunakan pandangan tradisionalis (traditionalist view) yang menyatakan bahwa utang pemerintah akan dapat meningkatkan GDP negara tersebut walaupun hanya dalam periode jangka pendek. Hal ini disebabkan karena dengan utang yang ada negara dapat melakukan belanja (Government Expenditure) yang lebih tinggi dan juga dapat menurunkan pajak sehingga konsumsi masyarakat akan meningkat akibat peningkatan disposable income mereka. Sehingga pada akhirnya naiklah GDP negara tersebut. Ataupun dengan menggunakan pandangan Ricardian (Ricardian’s view) yang menyatakan bahwa utang negara tidak akan mengubah apapun dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini disebabkan karena masyarakat yang telah cerdas menilai bahwa utang pemerintah yang mengurangi pajak kita saat ini pada dasarnya adalah penundaan atas pembayaran pajak yang lebih tinggi dimasa depan karena pemerintah akan membayar utang tersebut dimasa depan dengan mengenakan pajak yang lebih tinggi pada masyarakat. Sehingga masyarakat tidak menaikan konsumsinya melainkan menaikan saving-nya untuk membayar pajak masa depan. Tidak ada perubahan pada GDP.

Meskipun sepintas kita meilhat bahwa pandangan Ricardian dalam hal ini lebih unggul dalam hal kasus utang Yunani namun bila praktik utang yang terjadi adalah sebagaimana yang Yunani lakukakan, saya kira para tradisionalis pun tidak akan mendukung apa yang telah dilakukan oleh Yunani. Jadi, apapun view yang kita pergunakan dalam melihat utang Yunani, kita akan sampai pada kesimpulan bahwa praktik utang tersebut tidaklah benar.

Lantas mengapa kemudian pengaruh krisis utang Yunani dapat memengaruhi perekonomian Global. Kembali teori tentang efek domino memegang peranan penting dalam menjelaskan hal ini. Yunani sebagaimana yang kita ketahui adalah bagian dari Uni Eropa. Uni Eropa memiliki satu mata uang yang berlaku diantara anggota dan juga memiliki kaitan ekonomi yang sangat tinggi baik dalam perdagangan luar negeri (tradeble) yakni impor dan ekspor dan juga capital flow baik kedalam maupun keluar. Hal inilah yang menyebabkan bila satu saja negara didalam anggotanya mengalami masalah anggota lainnya akan terkena dampak yang besar. Terlebih spekulasi akan keluarnya Yunani dalam zona Euro semakin memperburuk kondisi perekonomian Eropa. Dan karena Eropa memegang pengaruh yang cukup besar pula pada perkonomian global maka banyak ekonom yang kini mengaitkan masalah krisis Eropa dengan dampaknya pada negara-negara lain diseluruh dunia.

Krisis ekonomi global sesuai namanya memang berdampak pada perekonomian dunia secara keseluruhan. Tidak hanya negara maju negara berkembangpun terkena dampak krisisnya, tidak hanya Amerika dan Eropa namun Asia, Afrika, dan Australia pun terkena dampaknya. Begitu pula hal tersebut terjadi pada negara perekonomian besar seperti Cina. Sebagaimana yang kita ketahui sebelum krisis Cina mengalami pertumbuhan ekonomi yang selalu positif dua digit. Namun Cina bersama setidaknya dua negara lain yakni India dan Indonesia masih beruntung dapat terus tumbuh positif diatas “penderitaan” pertumbuhan negatif negara-negara lain kala itu. Cina dilaporkan mengalami pertumbuhan sebesar 9,6 % (okezone.com, 25 Desember 2009) pada 2008 sedangkan India dan negeri kita tercinta Indonesia tumbuh masing-masing sebesar 6,6 % (sebelumnya 9,0 % di 2007) dan 6,1 % (vivanews.com, 26 Februari 2008). Sementara Amerika Serikat kala itu mengalami pertumbuhan ekonomi negatif 0,337 dan negatif 3,486 pada 2009 (www.indexmundi.com).

Tegar diterpa Badai Krisis

Nyatanya ditengah ketidakpastian ekonomi global, Indonesia masih tetap dapat tumbuh 6,1% pada 2008. Pada tahun 2011 yang lalu Indonesia juga mencatatkan pertumbuhan GDP sebesar 6,5%. Dan kita patut bangga bahwa ini merupakan angka tertinggi di kawasan asia tenggara pada tahun 2011. Sekaligus juga menjadi tiga besar pertumtumbuhan ekonomi terbesar di Asia setelah Cina dan India. Terlepas dari banyak yang menyatakan bahwa kesejahteraan ekonomi tidak dapat hanya diukur dengan angka GDP atau perkataan-perkataan yang semisalnya, Indonesia harus tetap bangga dan optimis akan kemajuan ekonomi negara tercinta ini. Momentum kebangkitan ekonomi Indonesia sedang terjadi.

Data-data ekonomi lain juga seakan menjadi pendukung bagi “kesebelasan ekonomi Indonesia” yang sedang bertanding di area kompetisi ekonomi dunia. Kalau Yunani berutang hingga lebih dari 120 % GDP negaranya, rasio utang Indonesia terhadap GDP menjadi salah satu yang terendah di dunia, yakni berada dibawah 25 %. Menurut Komite Ekonomi Nasional Indonesia-pun mengalami kenaikan ekspor sebesar US$ 200 milyar. Cadangan devisa melejit hingga US$ 110 Milyar. Dan Indonesia-puin menjadi salah satu tujuan investasi utama di dunia. Optimisme juga selalu terlihat dari setiap pidato presiden yang berkaitan dengan ekonomi. Sebagaimana yang dilansir oleh metrotvnews.com presiden mengatakan bahwa, "Kita catat waktu itu (2011) pertumbuhan ekonomi kita 6,5 persen, naik setengah persen dari tahun sebelumnya. Income percapita 3.540 dolar AS dari 3.000 dolar AS tahun sebelumnya, angka kemiskinan menunjukkan perbaikan menurun 12,49 persen dari 13,3 persen. Pengangguran juga menurun 6,65 persen dari 7,14 persen tahun sebelumnya. Ini fakta. Ini realitas." Walhasil peningkatan konsumsi masyarakat pun menjadi keniscayaan yang pada akhirnya meningkatkan GDP negara.

Indonesia dengan Berjuta Potensinya

Selain data-data diatas, Indonesia juga memiliki banyak sekali potensi. Sedikitnya ada tiga potensi utama yang ada di Indonesia. Yang pertama adalah terkait dengan sumber daya alam. Bagaimana tidak, Indonesia adalah eksportir dan produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia, produsen kakao terbesar kedua di dunia, timah yang juga terbesar kedua di dunia, cadangan nikel terbesar keempat dunia dan bauksit ke tujuh dunia. Belum lagi bila kita berbicara tentang batu bara, panas bumi, gas alam, dan lain sebagainya. Yang kesemuanya itu menjadi competitive advantages bagi Indonesia di kancah kompetisi dunia.

Yang kedua adalah letak geografis Indonesia yang sangat strategis dikancah lalu lintas perdagangan internasional. Indonesia memiliki selat malaka yang merupakan salah satu sea lane of communication yang menjadi lalulintas pelayaran kontainer paling sibuk di dunia. Yang terakhir adalah sumber daya manusia. Indonesia, sebagaimana yang telah kita ketahui, memiliki populasi penduduk terbesar keempat didunia setelah Cina, India, dan Amerika. 240 juta penduduk Indonesia menjadi potensi ekonomi sendiri bagi perekonomian negeri ini. Populasi yang besar ini merupakan ‘kue pasar’ yang sangat menggiurkan bagi bisnis global. Terlebih berdasarkan data yang telah saya sajikan sebelumnya bahwa income per kapita Indonesia pun meningkat dari US$ 3.000 menjadi US$ 3.540 pada tahun 2011. Artinya masyarakat Indonesia memiliki purchasing power yang meningkat, sehingga konsumsi masyarakatpun akan meningkat. Tentu ini merupakan peluang bisnis yang sangat menggiurkan bagi para pelaku usaha baik dalam maupun luar negeri. Belum lagi bila kita lihat dari sisi “human capital”.

Ya, Potensi yang ketiga adalah Human Capital. Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa kata human capital kini lebih sering digunakan saat ini terutama oleh perusahaan-perusahaan jasa seperti perbankan nasional. Kata capital sebagai pengganti ‘resource’ pada human resource. Para pakar menganggap bahwa resource adalah sekadar alat untuk mencapai tujuan namun capital adalah core dari bisnis itu sendiri yang sangat penting bagi perusahaan. Maka dari itu fungsi sumber daya manusia saya kira adalah yang paling penting dalam konteks pembicaraan kita saat ini, walaupun saya tidak mengingkari pentingnya aspek lainnya yakni sumber daya alam dan letak geografis. Karena apalah arti sumber daya alam dan letidak geografis yang strategis bila tidak dapat diolah dengan baik oleh negara? Dan tentu yang dapat mengolah keduanya menjadi result yang dapat mensejahterakan rakyat dan negara adalah sumber daya manusia dalam negara tersebut. Bersambung.... jilid II

Sarjana Ekonmi Islam Indonesia, Belum Siap!

Tidak terasa tiga tahun lagi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang dicita-citakan akan kita lintasi. Masyarakat ASEAN seharusnya bergembira. Ya, bagaimana tidak, komunitas regional yang diproyeksikan dapat menjaga stabilitas politik dan keamanan regional ASEAN, meningkatkan daya saing kawasan secara keseluruhan di pasar dunia, mendorong pertumbuhan ekonomi kawasan, mengurangi kemiskinan dan meningkatkan standar hidup penduduk negara anggota ASEAN segera siap terwujud. Namun pertanyaannya, apakah negara-negara ASEAN telah siap berbagi “kue” tujuan yang telah berasama disepakati? Atau egoisme memperkaya negara sendiri menjadi nahkoda dari bergeraknya “kapal” besar Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)?

Kita harus mengakui MEA merupakan salah satu jalan lahir tumbuh berkembangnya budaya homo economi lupus, dimana yang kuat memengsa yang lemah. Bayangkan negara ASEAN adalah negara yang majemuk dari segi kemjuannya. Data perekonomian Negara-negara ASEAN tahun 2010 yang diukur dari besarnya GDP perkapita menunjukkan gap yang begitu besar antara the highest dengan the lowest. Dimana Singapura memiliki pendapatan perkapita sebesar US$ 53.180 sedangkan Nyanmar sebagai juru kunci hanya memiliki pendpatan perkapita sebesar US$ 468,6. Pendapatan penduduk Nyanmar tidak mencapai 1% pendapatan penduduk Singapura. Akankah negara seperti nyanamr, laos ($ 886) tersebut hanya akan menjadi bulan-bulanan Singapura dalam pentas masyarakat ekonomi ASEAN? Lalu apa kabar dengan negeri tercinta? Aman? GDP Indonesia mencapai US$3.010,1 (US$3.542,9 di 2011), hanya 5,66 % dari Singapura. Namun perlu juga diingat, bahwa di ASEAN Indonesia menyumbang 40 % pasar bagi barang dan jasa yang diperdagangkan.

Namun, tinta hitam tandatangan para “pembesar” telah tertulis. Bali pada tahun 2003 lalu telah menjadi saksi tekat para kepala negara ASEAN mempercepat terbentuknya MEA di tahun 2015. Pena takdir telah diangkat, tinta abadi takdir Allah pun telah mengering, bahwa MEA memang keniscayaan yang harus ditempuh oleh Indonesia sebagai anggota. Tidak semua rintangan, lebih kepada tantangan yang harus menjadi triger memajukan dan meraih tujuan bersama yang telah termaktub dalam blue print MEA 2015. Lalu sebatas apa Indonesia siap?

Dampak utama MEA adalah semakin terjadinya liberalisasi ekonomi dikawasan ASEAN. Blue Print MEA 2015 memberikan panduan bahwa akan terjadi arus bebas ekonomi setidaknya dari beberapa hal; barang, jasa, investasi, modal dan yang terpenting dalam pembahasan ini adalah skilled labor (tenaga kerja terdidik). Bila tidak bersiap tentu 40% “kue ekonomi” ASEAN di Indonesia akan “dicaplok” negara-negara tetangga.

Skilled Labor adalah faktor penting dalam menghadapi MEA 2015. Bila boleh dikatakan, maka barang, jasa, investasi, dan modal semua dikendalikan oleh skilled labor. Karena itu tenaga kerja (SDM) yang mempuni mutlak dibutuhkan untuk “memenangkan” tujuan Indonesia dalam MEA. Sekarang seberapa siap SDM indonesia?

Jikalau kita jadikan GDP sebagai tolak ukur atas kualitas skilled labor Indonesia dalam mengendalikan barang, jasa, dan modal maka dapat kita katakan bahwa kualitas skilled labor Indonesia masih jauh dibawah tiga negara penghuni kasta teratas yaitu Singapura, Malysia dan Thailand. Inilah kenyataan yang kita dapati saat ini. Ini adalah kontribusi skilled labor Indonesia secara agregat. Terus dimana keberadaan dari skilled labor yang berbasiskan Syariah alias para sarjana ekonomi islam? Seberapa besar kontribusinya untuk perekonomian Indonesia saat ini? Jikalu kita telisik lebih lanjut ternyata kontribusi sektor syariah terhadap perekonomian itu masih terbilang sangat rendah, apalgi jikalau kita komparasi terhadap kontribusinya terhadap perekonomian ASEAN.

Para sarjana ekonomi islam yang merupakan mesin penggerak ekonomi yang berbasiskan islam itu masih tergolong gagal dalam mengambil hati pasar domestik. Rakyat Indonesian saat ini masih cenderung menyukai transaksi secara konvensional. Para pelaku ekonomi di tanah air ini masih menjadikan transaksi syariah sebagai pilihan kedua atau bahkan lebih rendah daripada itu. Inilah bukti bahwa peran dari para sarjana ekonomi islam terhadap perekonomian Indonesia masih terbilang belum optimal.

Seacara logika untuk mengurusi dan merebut pasar domestik saja para praktisi ekonomi islam Indonesia saja masih ‘gelabakan’, ini dengan kondisi sebagian besar target pasar adalah orang islam. Apalagi harus menargetkan dan merebut pasar ASEAN yang mana tambahan target pasarnya adalah mayoritas dari kalangan non muslim. Ditambah lagi dengan kompetitor dari negara lain yang memiliki persiapan, strategi, dan modal yang lebih mumpuni dibandingkan para paraktisi ekonomi islam di Indonesia. Sebagai contoh negara malaysia yang mendapatkan sokongan penuh dari pemerintahannya terhadap pengembangan perekonomian secara syariah, sedangkan di Indonesia? Apakah dengan keadaan seperti ini MEA akan menjadi berkah bagi ekonomi Indonesia terutama melaui jalur syariah?Ataukah tunas perkembangan ekonomi syariah ditanah air akan sirna olehnya? Allahu’alambissawab

Perlu diingat, kita tidak sedang berdebat masalah hukum penerapan MEA secara syariat islam, mungkin kita telah sepakat bahwa hukumnya adalah mubah, bahkan islam lebih mendukung diterapkannya borderless trades, yang kita bicarakan telah siapkah para sarjana kita untuk menghadapi MEA.

Lantas apa peran para sarjana ekonomi islam dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN? Sebelumnya, sebenarnya kami lebih sepakat dengan penyebutan sarjana ekonomi muslim dari pada sarjana ekonomi islam. Sarjana ekonomi muslim bukanlah terbatas hanya pada mereka yang telah menyelesaikan studinya di universitas islam jurusan ekonomi islam atau syariah. Siapapun dia, khususnya sarjana ekonomi, ‘asalkan’ muslim maka ia adalah sarjana ekonomi muslim. Mereka memiliki peran yang begitu central dalam menghadapi MEA. Peran menjadi skilled labor yang berkualitas, yang dapat bersaing di kancah ASEAN bahkan dunia, yang dapat memberi angin segar bagi diterapkannya ekonomi islam dengan kaafah. Yang menurut hemat kami tidak adanya intention dan implementation atas ekonomi islam yang kaafah adalah salah satu faktor belum maksimalnya ekonomi islam di indonesia. Lantas bagaimana membentuk skilled labor tersebut;

1. Peran dalam ilmu. Mereka adalah penuntut ilmu yang seharusnya telah dapat memgimplementasikan ilmunya, terus menambahnya dan juga mengajarkannya kepada yang lain. Kaitan ilmu sangat luas, hard skill mutlak diperlukan. Insting berdagang dan membaca peluang bisnis perlu terus digali. Mengikuti event business plan, business case, dan kompetisi yang semisalnya perlu ditingkatkan intensitasnya semenjak kuliah, terutama yang cakupannya internasional sehingga bahasa yang digunakan adalah basa inggris. Terus menuntut ilmu agama, baik behubungan dengan muamalah ataupun ibadah. Karena bumi ini mlik Allah, Rizki yang diberikan kepada setiap makhluk adalah dari Allah, jadi tiadalah mungkin seorang meninggal melainkan telah habis baginya jatah rizkinya. Pengetahuan sang sarjana akan islam akan mebuatnya adil, membumi, dan kaafah dalam berislam (dan berekonomi).

2. Memiliki keahlian dan pemikiran bersifat global. Keahlian berupa skill berbahasa inggris adalah hal yang tentunya mutlak diperlukan. Tidak dapat dipungkiri, kalaulah bahasa indonesia yang menyarukan komunkasi masyarakat nusantara dari sabang sampai meroke, maka bahasa inggrislah yang menyarukan komunikasi masyarakat dari barat ke timur dunia, termasuk didalamnya ASEAN. Kita tentu akan kalah bersaing dalam hal ini dengan malaysia terlebih singapura dalam hal ini. Maka bergabung dengan komunitas bahasa inggris, membuat dan mngikuti hari berbahasa inggris nasional, dan menyelenggarakan dan mengikuti smposium, seminar, training dalam bahasa inggris penting dalam rangka menyesuaikan diri. Membiasakan untuk memiliki framework berfikir yang luas, global dan borderless menajadi tools bagi para sarjana mendapatkan keahlian-keahlian yang bersifat global.

3. Pada level yang lebih strategis, sang sarjana dapat mendorong diterapkannya kebijakan-kebijakan yang dapat menjadi senjata memenangkan tujuan Indonesia pada MEA. Misalnya dengan menjadikan Indonesia menjadi pusat Halal ASEAN. Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa pangsa pasar indonesia sangatlah besar, 40 % dari pasar ASEAN. Penduduk yang 230 juta bisa hanya menajdi santapan nikmat negara-negara tentangga yang sudah lebih kuat dan siap. Maka pembentukan Indonesia sebagai pusat HALAL ASEAN adalah langkah strategis yang dapat didorong oleh para sarjana muslim ekonomi melalui birokrasi pemerintahan. Dengan begitu, dapat memenuhi beban syariat berupa keharusan mengonsumsi makanan yang halal bagi masyarakat indonesia, dan disisi lain dapat menjadi sumber pendapatan pemerintah dan menjaga kualitas barang yang beredar terutama di Indonesia.

Ketiga hal tersebut, faktanya, belumlah secara maksimal tercermin dalam para sarjana ekonomi islam kita. Sehingga pada akhirnya usaha untuk meng-upgrade diri sendiri, menularkannya pada orang lain dan seluruh masyarakat indonesia menajadi ujung tombak untuk mengubah status tidak siap menjadi siap menghadapi tantangan Masyarakat Ekonomi ASEAN yang akan kita songsong mulai 2015 kelak. Bersiaplah memanfaatkan, atau kita yang dimanfaatkan.



Author: Wahyu Jatmiko (Management, FEUI), Azizon (Ilmu Ekonomi, FEUI)

Sabtu, 16 Juni 2012

Agar Taubat Diterima

Allah Ta’ala mengampuni semua dosa sebanyak apapun. Allah berfirman: “Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia memohon ampunan kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nisaa’: 110)

Akan tetapi apakah istighfar itu hanaya sekedar ucapan seseorang: “Ya Allah ampunilah aku” atau “Aku memohon ampunan Allah”? jawabannya tentu saja tidak, tetapi ia harus melakukan sebab-sebab yang mendatangkan ampunan. Jika tidak, maka do’anya seperti istihza (memperolok-olok Allah), sebagaimana seseorang berdoa: “Ya Allah karuniakanlah padaku keturunan yang shalih.” Tetapi dirinya tidak menikah (bagaiman mungkin)? Dan diantara yang menyebabkan datangnya apunan adalah taubat kepada Allah Ta’ala.

At-taubah diambil dari kata taaba yatuubu yang artinya kembali, yaitu kembali dari kemaksiatan menuju ketaatan-Nya. Taubat memilki lima syarat:

Ikhlas

Keikhlasan merupakan syarat dalam setiap ibadah, dan taubat termasuk didalamnya. Allah Ta’ala berfirman: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan pada-Nya.” (QS. Al-Bayyinah: 5) Siapa yang bertaubat karena riya’ (ingin dilihat) atau takut ancaman penguasa, bukan untuk mengagungkan Allah, maka taubatnya tidak akan diterima.

Meyesali Perbuatannya

Yaitu seseorang merasa resah dan malu dihadapan Allah Ta’ala untuk melakukan apa yang dilarang atau meninggalkan yang diwajibkan Allah padanya.

Jika seseorang bertanya: penyesalan merupakan reaksi jiwa, bagaimana mungkin seseorang mengendalikannaya? Jawaban: Ia menguasainya di saat dirinya merasa malu kepada Allah, seperti ucapannya: seandainya saja aku tidak melakukannya, atau ucapan yang semisalnya. Sebagian ulama mengatakan bahwa penyesalan bukan termasuk syarat, dengan alasan: pertama sulit diketahui, dan kedua: orang yang bertaubat tidak mengakhiri perbuatannya melainkan dengan perasaan menyesal, jika tidak ada perasaan ini ia akan terus melakukannya. Namun mayoritas ulama rahimahumullah mensyaratkan adanya penyesalan.

Mengakhiri Kemaksiatan

Apabila hal itu berupa meninggalakan yang wajib, maka dimungkinkan baginya mengqadha’ kewajiban yang ia tinggalkan, seperti orang yang tikdak membayar zakat, maka ia harus membayar yang ditinggalkannya (sebab menyangkut hak orang lain). Atau maksiat itu berupa melakukan hal yang haram seperti mencuri. Jika pencuri itu bertaubat, maka ia harus mengembalikan harta yang dicurinya. Jika tidak, maka taubatnya tidak akan diterima (tidak sah).

Apabila seorang berkata: bagaimana caranya jika seorang pencuri yang bertaubat kepada Allah dan ingin menyerahkan harta curiannya kepada pemiliknya, sedangkan ia khawatir jika diserahkan kepada pemiliknya akan terjadi banyak masalah, seperti si pemilik mengklaim bahwa barangnya lebih banyak dari yang diserahkan, atau menuduh si pencuri telah menyebarkan aibnya, dan lain sebagainya, apa yang harus ia perbuat? Kita katakan: harta tersebut harus diserahkan kepada pemiliknya dengan cara apapun, bisa saja ia menyerahkan lewat orang yang bisa dipercaya, dan megnatakan padanya: “wahai fulan, ini dari fulan yang dahulu ia curi darimu, dan sekarang ia mengembalikannya padamu.” Dan yang diamanahkan itu hendakanya yang terhormat dan dipercaya. Artinya, si pemilik harta merasa enggan untuk berkata padanya: “Anda harus memberitahukan kepadaku siapa pencurinya, jika tidak berarti andalah pencurinya.” Namun jika orang yang diberi amanah tidak seperti ini kondisinya, maka bisa timbul masalah.

Hal itu seperti mengamanahkan kepada hakim, atau penguasa dengan berkata padanya: barang ini milik fulan yang dulu saya ambil darinya, dan sekarang saya bertaubat, saya mohon sampaikanlah padanya. Dalam keadaan ini orang yang diberi amanah wajib melaksanakan perintah orang yang bertaubat ini, untuk menyampaikan harta itu kepada pemiliknya.

Jika seseorang bertanya: jika pemilik harta itu telah meninggal, apa yang harus dilakukan? Jawaban: harta itu harus dikembalikan kepada ahli waris, jika tidak ada, maka dikembalikan ke baitul Maal (kas negara). Bagaimana jika tidak diketahui ahli warisnya? Atau tidak diketahui alamatnya? Jawaban: bersedekahlah atas nama pemiliknya, Allah Ta’ala yang Mahatau akan menyampaikan (pahalanya) kepada si pemilik. Inilah tahapan-tahapan taubat bagi seorang pencuri yang telah mengambil harta orang lain. Adapun dalam masalah ghibah, orang yang bertaubat dari ghibah harus meminta maaf kepada yang dighibah. Diantara para ulama ada yang mengatakan: ia harus mendatanginya, dan berkata: saya telah mengghibahmu, maafkanlah saya. Dengan cara seperti ini bisa menimbulkan masalah.

Sebagian yang lain memperinci dan mengatakan: jika yang dighibah tahu dirinya telah dighibah, maka pengghibah harus mendatanginya dan meminta maaf, dan jika tidak tahu, maka tidak perlu mendatanginya, sebab bisa menimbulkan keburukan lain. Sebagian ulama lainnya mengatakan: tidak perlu memberitahukan sama sekali, sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits: “Kafarah (penghapus) terhadap orang yang engkau ghibah adalah engkau memintakan ampun baginya” [musnad al-Haarits (II/74, no:1080)]. Maka cukup dengan memintakan ampun untuknya.

Akan tetapi pendapat yang pertengahan adalah yang terbaik, yaitu kita katakan: jika yang dighibah tahu, maka harus dimintakan keridhaannya (minta maaf), sebab meskipun penghibah bertaubat, yang dighibahi akan tetap merasakan keganjilan. Jika ia tidak tahu, cukup baginya untuk memintakan ampunan.

Bertekat (‘Azm) untuk Tidak Mengulanginya.

Hal ini harus ada, sebab jika seseorang bertaubat dari dosa, tetapi ia masih berniat untuk mengulangnya di saat ada kesempatan, berarti dirinya masih belum bertaubat. Sebaliknya jika ia ber’azam untu tidak mengulanginya, kemudian ia dikuasai hawa nafsunya sehingga kembali melakukannya, maka taubat yang pertama tetap berlaku, namun ia harus memperbaharui taubatnya atas kesalahan yang kedua. Sebab itu harus kita fahami perbedaan dua pernyataan: (1) “Disyaratkan untuk tidak mengulangi,” dengan (2) “disyaratkan agar bertekat untuk tidak mengulangi.”

Bertaubat disaat Pintu Taubat Masih Dibuka.

Sebab pada saat taubat sudah tidak diterima lagi, maka taubat seseorang tidak akan bermanfaat bagi dirinya. Hal itu dalam dua keadaan: umum dan khusus. Keadaan khusus, yaitu: disaat ajalnya tiba. Maka taubatnya tidak berguna, berdasarkan firaman Allah Ta’ala: “Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang hingga apabila datang ajal kepada seseorang diantara mereka, (barulah) ia mengatakan: ‘Sesungguhnya saya bertaubat sekarang.” (QS. An-nisaa’: 18) Tatkala fir’aun akan tenggelam, ia berkata: “Aku beriman bahwasanya tidak ada ilah yang berhak diibadahi selain ilah yang diyakini oleh Bani Isra-il dan aku termasuk orang yang meyerahkan diri.” Maka Allah katakan kepadanya: “Apakah sekarang (baru kamu percaya), padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS Yunus: 91) Artinya, sekarang baru kamu menyatakan berserah diri. Meskipun demikian, tetap tidak bermanfaat baginya.

Keadaan umum, yaitu: ketika terbit matahari dari sebelah barat, yang biasanya terbit di timur dan terbenam dibarat. Ketika matahari terbit dari barat, semua manusia akan beriman, akan tetapi tidak bermanfaat lagi iman seseorang bagi dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu, atau belum mengusahakan kebaikan dalam masa keimannya. Karena Rasulullah bersabda: “Hijrah itu akan senantiasa ada hingga taubat terputus, dan taubat tidak akan terputus hingga matahari terbit dari sebelah barat.” [HR. Abu Dawud]

Inilah syarat-syarat taubat, mayoritas ulama mengatakan: syarat taubat ada tiga: Penyesalan, mengakhiri, dan bertekat untuk tidak mengulanginya. Akan tetapi apa yang kita sebutkan diatas lebih lengkap dan detail. Orang yang bertaubat hendaknya melaksanakan apa yang kami jelaskan diatas.

*Diringkas dari buku Syarah Hadits Arba’in oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin, Penerbit: Pustaka Ibnu Katsir, Bogor 2008. hlm. 578-583

@wahyuibnuatman

Kamis, 08 Maret 2012

Demi Waktu

Aku bersyukur kepada Allah Azza wa Jalla yang masih memberiku kesempatan memperbaiki amalan dan hatiku dengan masih menyediakan waktu di dunia bagiku. Dan shalawat salam sejahtera aku lantunkan kepada nabi-Nya, penutup para nabi, Muhammad shallalahu ‘alaihi wa sallam.

Aku bertobat pada Allah atas dosa yang kulakukan, atas waktu yang kusiasiakan, atas waktu yang ku lalaikan, atas waktu yang tidak kutepati janji diatasnya. Kalaulah bukan karena kewajiban atas konsekuensi kesalahan terkait waktu, tidaklah tulisan ini ku berikan kepada orang lain. Bagaimana tidak, aku khawatir masuk dalam firman Allah:

“Sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan” [as-Saff 61: 3]

Dan aku meyadari masih banyak dari yang akan ku tulis, yang belum dapat ku laksanakan. Atasnya, kuniatkan tulisan ini untuk menasihati diriku sendiri, dan aku memohon tobat kepada Allah, semoga Allah memudahkan jalanku mengamalkan apa yang telah ku tuliskan.

Aku ingatkan diriku dengan beberapa peringatan yang aku berdoa semoga Allah memudahkan untukku melaksanakannya.


Kemuliaan Waktu. Aku teringat akan perkataan salah seorang guru, “bila Allah bersumpah dengan makhluknya, maka itu menunjukkan betapa mulianya makhluk tersebut.” Allah menjadikan waktu salah satu makhluk yang Allah bersumpah dengannya layaknya Allah bersumpah dengan Matahari, Malam, Siang, Dhuha, Langit, Bumi, dan sempurnanya Jiwa manusia. Yang kesemuanya dapat kita temui didalam Al-qur’an. Tidaklah Allah bersumpah atas nama makhluk-Nya, melainkan itu menunjukkan betapa Allah memuliakan makhluknya tersebut. Bukankah Allah tidak pernah bersumpah atas nyamuk? Yang dimata manusia adalah makhluk yang remeh, meskipun manusia tiada mungkin mampu menciptakan nyamuk barang seekor saja. Maka ini menunjukkan Allah Azza wa Jalla memuliakan waktu dan menginginkan manusia juga memuliaknnya.

Sesungguhnya waktu kita didunia akan dimintai pertanggung jawabannya. Aku ingatkan diriku agar takut dan merenungi sabda Nabi Muhammad shallalahu ‘alaihi wa sallam:

“Tidaklah bergeser telapak kaki bani Adam pada hari kiamat dari sisi Rabb-nya hingga ditanya tentang lima perkara; umurnya untuk apa ia gunakan, masa mudanya untuk apa ia habiskan, hartanya dari mana ia dapatkan dan untuk apa ia belanjakan, dan apa yang ia perbuat dengan ilmu-ilmu yang telah ia ketahui.” [HR. At Tirmidzi no. 2416 dan dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani di dalam Ash Shahihah no. 947]

Bukankah umur dan masa muda adalah bagian dari waktu? Dan telah sadarkah kita bahwa ia akan secara ketat dihisab oleh Allah Azza wa Jalla, untuk apa digunakan dan dihabiskan.

Pernahkah kita berdiri di depan orang tua kita, ditanya atas kesalahan-kesalahan kita? Pernahkah kita berdiri di depan dosen kita, diintrogasi atas kesalahan yang kita lakukan? Atau pernahkah kita berdiri di depan hakim mununggu dakwaan, apakah kita di bebaskan atau dinyatakan bersalah? Bagaimana rasanya? Tegang, gelisah, cemas, malu bercampur menjadi satu. Ketahuilah wahai fulan, kelak ketika di hari kiamat kita akan megalami yang lebih dari itu. Bukan lagi orang tua, dosen, ataupun hakim yang akan mengintrogasi kita, namun Allah Azza wa Jalla, zat yang menciptakan kita. Yang atas orangtua, dosen ataupun hakim kita dapat berbohong dan menyembunyikan kesalahan, namun tidak atas Allah Yang Maha Mengetahui yang lahir maupun batin. Maka celakalah diri yang masih banyak menyia-nyiakan waktu dalam kehidupannya. Semoga Allah mengampuniku dan memperbaiki amalan dan hatiku.

Jangan tertipu dengan waktu. Itulah peringatan dari Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam kepada kita ummatnya. Bukankah telah bersama kita dengar sabda beliau shallalahu ‘alaihi wa sallam:

”Ada dua kenikmatan yang banyak manusia tertipu, yaitu nikmat sehat dan waktu senggang”. [HR. Bukhari no. 6412, dari Ibnu ‘Abbas]

Betapa banyak waktu yang telah kita lewati diatas kesiasiaan. Ya, karena bila tidak mengarunginya dalam kebaikan, kita akan megarungi waktu dalam keburukan. Hanya dua pilihannya dan tiada yang ketiga. Sebagaimana yang telah dinukil dari perkataan imam asy-Syafi’i:

“Jika dirimu tidak disibukkan dengan hal-hal yang baik (haq), pasti akan tersibukkan dengan hal-hal yang sia-sia (bathil),” [Al Jawabul Kafi, 109, Darul Kutub Al ‘Ilmiya]

Semoga Allah merahmati asy-Syafi’i atas ilmunya yang begitu bermanfaat, dan memudahkan kita untuk mengambil dan melaksanakannya.

Jangan menunda-nunda bergerak, karena waktumu terbatas. Mungkin juga sudah tidak asing bagi kita bahwa islam melarang kita untuk menunda-nunda pekerjaan kita, pekerjaan yang bermanfaat bagi akhirat maupun dunia kita. Sebagaimana atsar yang datang dari Ibnu Umar –semoga Allah meridhainya:

“Apabila engkau berada di sore hari maka janganlah menunggu hingga pagi hari. Dan apabila engkau berada di pagi hari maka janganlah menunggu hingga sore hari. Pergunakanlah waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu. Dan pergunakanlah hidupmu sebelum datang kematianmu.” [HR Al bukhari no.6416]

Waktu adalah makhluk yang ajaib. Ketika ia menghampirimu gunakanlah sebaik mungkin, karena ketika ia telah berlari meninggalkanmu, secepat apapun larimu tidak akan mungkin mengejarnya. Karena itulah penyesalan ada diakhir. Bila waktu yang telah berlalu dapat kau hadirkan lagi kehadapanmu maka tak perlu khawatir untuk lalai, untuk berbuat dosa, untuk menyesal, namun sayang ia tidak akan kembali.

Waktu bukan hanya milikmu, milik orang lain juga. Betapa banyak orang yang telah kita rugikan atas tidak respect-nya kita terhadap waktu? Berapa banyak pula kegiatan dan acara yang harus tertunda karena kelalaian kita terhadap waktu? Waktu bukan hanya milikmu, ia milik orang lain juga. Sebagai makhluk sosial kita berinteraksi dengan makluk lainnya. Kelalaian kita terhadap waktu tidak hanya merugikan kita melainkan pula orang lain. Bukankah merugikan orang lain diharamkan dalam islam?

Habiaskan waktu dalam kebaikan. Manusia diciptakan untuk beribadah kepada Allah. Konteks ibadah tidak terbatas pada shalat, zakat, puasa, shadaqah dan yang semisalnya. Bukankah perdagangan yang baik dapat menadi ibadah? Begitu pula muamalah (hubungan dengan manusia) yang baik akan menjadi ibadah. Menepati janji, tepat waktu, tidak menunda-nunda amalan baik adalah bentuk ibadah. Sebagai mana yang disampaikan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, bahwa ibadah adalah setiap apa yang dicintai dan diridahai oleh Allah, zahir maupun batin, baik dengan lisan, perbuatan, maupun hati.

Kita bersemangat atas apa yang akan bermanfaat bagi kita baik dunia maupun akhirat, sebagaimana sabda nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

“Bersemangatlah atas hal-hal yang bermanfaat bagimu, Mintalah tolong pada Allah, Jangan engkau lemah.” [HR Muslim: 47]

Semangatlah dalam mengisi waktu kita untuk hal-hal yang bermanfaat, baik bagi dunia maupun akhirat kita. Dan jangan melakukan keburukan diatas waktu yang telah Allah berikan kepada kita. Simaklah perkataan Ibnu Qayyim al Jauziyah:

“Jika waktu hanya dihabiskan untuk hal-hal yang membuat lalai, untuk sekedar menghamburkan syahwat (hawa nafsu), berangan-angan yang batil, hanya dihabiskan dengan banyak tidur dan digunakan dalam kebatilan (baca: kesia-siaan), maka sungguh kematian lebih layak bagi dirinya.”[ Al Jawabul Kafi, 109]

Ya, orang-orang yang tidak mampu memanfaatkan waktunya dalam kebaikan maka kematian lebih layak baginya. Hasan al-Bashri juga berkata:

“Wahai manusia, sesungguhnya kalian hanyalah kumpulan hari. Tatkala satu hari itu hilang, maka akan hilang pula sebagiandirimu.” [Hilyatul Awliya’, 2/148, Darul Kutub Al ‘Arob]

Waktumu terbatas, prioritaskan yang paling penting dari yang penting. 24 Jam sehari waktu yang telah Allah berikan kepada setiap manusia, tidaklah berbeda. Ulama dahulu, Abu Hanifah, Malik, Asy-Syafi’i, Ahamad bin Hambal, Bukhari, Muslim, an-Nawawi, Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim dan yang lainnya adalah manusia. Waktu mereka sama dengan kita, 24 jam sehari. Namun tidakkah kita melihat betapa banyak kebaikan yang dapat mereka perbuat daripada kita? Betapa banyak ilmu yang dapat mereka warisakan? Apakah waktu mereka lebih banyak? Tidak. Allah maha Adil. Waktu mereka bukan lebih banyak melainkan lebih berkah dari kita.

Mereka terbangun disaat malam hari manusia tidur, tidaklah mereka melakukan suatu hal dalam hidupnya, melainkan yang bermanfaat. Bukankah telah sampai kepada kita berita tentang imam Nawawi dan Syaikhul Islam ibnu Taimiyah yang tidak menikah hingga akhir hayatnya? Mereka benci untuk menikah? Tidak. Sungguh mereka lebih mengetahui betapa mulianya pernikahan. Namun mereka tersibukkan dengan ilmu, mencari dan megajarkannya sehingga tidak sempat mereka menikah. Subhanallah dimana kita?

“Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya (karena seringnya mereka melakukan shalat malam), sedang mereka berdo’a kepada Rabbnya dengan rasa takut dan harap, dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka.” [QS. As Sajdah: 16]

Sungguh nasihat ini kuniatkan untuk diriku sendiri. Bila bermanfaat bagi orang lain maka itu adalah rahmat dari Allah Azza wa Jalla. Segala yang benar datang dari Allah sedangkan kesalahan datang dari diri ini dan setan. Bila ada perkataan diatas yang bertentangan dengan Al-qur’an dan Sunnah yang shahih, maka tidak usah ragu untuk membuang perkataanku ke tempat sampah dan menggantinya dengan Al-qur’an dan Sunnah yang Shahih tersebut.

Semoga Allah memudahkanku untuk dapat memuliakan waktu.
Puji Syukur Pada Allah dan shalawat serta salam semoga tercurah pada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Yang sedang belajar memuliakan waktu,

Wahyu Ibnu Atman
17:22, 28 – 02 – 12
di sore yang mendung
Perpustakaan FEUI Depok

Jumat, 24 Februari 2012

Dimana Pemuda Islam Kini?

Lama sudah Palestina terjajah
Tanah suci kian bersimbah darah
Air mata jatuh menemani kesedihan
Takut, gelisah, menyatu dalam amarah

Dentuman Bom,
Luncuran roket,
Rentetan suara tembakan
Menjadi pemecah kesunyian
Menemani kaki si kecil melangkah
Menghasi langit yang mencekam tanpa terang

Lihatlah kawan,
Betapa banyak pemuda menjemput bidadarinya di sana
Lihatlah
Betapa giat para pelajar menuntut ilmu-Nya
Lihatlah
Betapa mudah 30 Juz dihafal dimasa belia
Lihatlah, lihat, lihatlah Palestina

Betapa bangga mereka
Ketika jiwa tergadaikan dengan surga Tuhannya
Tetap mencari Ilmu Allah
Walau moncong senapan menodong kepala
Menjadi penjaga Al-Qur’an
Ditengah kesedihan, ketakutan dan kegelisahan

Lalu, dimana kita?
Dimana kita, pemuda Indonesia?

Ditengah negeri yang aman
Dikelilingi lingkungan yang nyaman
Dimanjakan fasilitas yang menunjang
Tiada perang

Ya, kita begitu indah hidup kita
Syahwat menjadi teman sejati
Nilai jadi tuntutan, ilmu sekadar kewajiban
30 Juz, oh tidak.. Juz 30 pun tak pernah menyapa ingatan kita
Tertidur lelap dalam malam yang begitu gemerlap.

Bangga merasa telah berkontribusi?
Turun kejalan, bernyanyi, berteriak perihal Palestina?
Galang dana, adakan acara?
Semua atas nama Jihad, membela palestina

Wahai Mujahidun...
Selama doa taklah menghiasi lisanmu
Selama shaff subuh masjidmu tidak engkau penuhi
Selama syahwat engkau jadikan sahabat
Selama itu pula islam tidak akan menang

Selama itu pula Palestina terus terjajah
Al-aqso terus dirong-rong
Pertolongan Allah terus tertahan

Bukan seberapa banyak usaha
Namun seberapa benar usaha itu
Selama Allah dan rasul-Nya tak ditaati
Selama itu pula penderitaan tak pernah henti.


Depok, 30 Desember 2010
_Wahyu Ibnu Atman_

Bangsaku Merindukanku

Oleh: Wahyu Jatmiko***

Kualitas Bangsa terlihat dari pemudanya. Baik sebuah bangsa saat pemudanya baik, buruk sebuah bagsa tatkala buruk pemudanya.

Indonesia, sebuah kata yang merepresentasikan sebuah cita. Mengumpulkan sekelompok manusia dari berbagai macam karakternya, manusia-manusia yang berbeda agama, suku, golongan namun tetap satu naungan, bangsa Indonesia. Begitu besar kuantitas bangsa ini. Tak kurang 230 juta insan mengaku berbangsa satu, bangsa Indonesia. Mereka tersebar dari Sabang hingga Merauke, dari pulau terbarat Indonesia hingga pulau tertimur mengatasnamakan Indonesia sebagai bangsanya.

Bangsa ini (baca: Indonesia) adalah bangsa yang besar. Secara jumlah, tak perlu kita ragukan lagi. Bangsa ini memiliki member yang merupakan salah satu terbanyak didunia. Namun bagaimana dengan kualitas? Bila kuantitas kita dapat berbangga, apa kabar kualitas bangsa ini?

Telah begitu banyak tulisan-tulisan yang mengungkapkan betapa kurangnya kualitas bangsa ini. Telah begitu banyak lisan yang berucap mencemooh bangsa ini. Lisan-lisan yang seakan tak pernah berdosa itu mengatakan keburukan-keburukan bangsa. Dari kata ‘bodoh’, ‘korup’, ‘miskin’, ‘tak berakhlak’, ‘tak bermoral’ dan masih banyak lagi keluar dari lisan-lisan yang ‘suci’ seakan kata-kata tersebut menjadi gelar bagi bangsa ini. Diluar itu, banyak pula tulisan-tulisan, gagasan-gagasan, ucapan-ucapan yang mencoba memosisikan diri menjadi solusi bagi curat-marutnya kondisi negeri ini. Dari ide-ide meningkatakan kesejahteraan masyarakat, meningkatkan standar hidup rakyat, meningkatkan pendidikan, pemberantasan korupsi, mafia hukum, mafia pajak, pembenaran akhlak merupakan sedikit dari banyak ide yang dilontarkan. Pertanyaannya, mengapa bangsa ini masih tetap terpuruk?

Bukankah kemiskinan di negeri ini masih tetap tinggi? Lebih dari 30 juta rakyat berada dibawah garis kemiskinan. Bukankah masih banyak anak-anak dibawah umur yang sudah harus bekerja? Lihatlah di jalan raya-jalan raya yang ada, lihatlah di stasiun atau di terminal angkutan umum. Bukankah para TKI di luar negeri sana masih terus menjadi korban para majikannya.? Simak kondisi Sumiati yang disiksa oleh majikannya di Arab Saudi. Bukankah negeri ini masih mendapatkan gelar sebagai salah satu negeri terkorup? Simaklah bagaimana nasip KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang terindikasi dikriminalisasikan. Lantas kemana larinya solusi yang banyak oleh para professor, doctor dan orang-orang berpenddikan negeri ini lainnya cetuskan?

Bukan hanya itu, lihatlah betapa beruntunya Allah Swt memberikan Azab (saya lebih prefer mengatakan bencana ini azab bukan cobaan, karena melihat fakta yang ada) berupa bencana yang terus-menerus di akhir-akhir ini. Tentu masih hangat peristiwa banjir di Wasior, Gempa disusul tsunami di Mentawai, Sumatra, Fenomena Gunung Merapi yang meletus, semua itu tidaklah ‘gratis’, namun harus dibayar dengan nyawa-nyawa komponen bangsa yang menjadi korban. Hal ini menimbulkan begitu banyak pertanyaan pada diri saya. Pertanyaan terbesar adalah, mengapa Indonesia seperti ini?

Sebagai bagian dari bangsa yang saya cintai -karena Allah- ini, jelas ingin sekali saya menjadi bagian dari solusi kebangkitan bangsa Indonesia ini. Berada pada barisan para member bangsa yang siap memajukan bangsa. Turut serta berada digarda terdepan menyongsong kembangikitan bangsa. Sempat khawatir diri ini tatkala membaca firman Allah Swt.
“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahakan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan” (QS Al-A’raf: 96)
Betapa jelas Allah memaparkan bahwa setiap siksa yang diberikan pada suatu bangsa memiliki korelasi positif dengan pembangkangan negeri itu kepada Tuhannya. Dengan kata lain, begitu banyak kerusakan yang telah dilakukan oleh bangsa kita sendiri adalah sebab musibah yang silih berganti timbul di negeri ini. Kini pertanyaannya, posisi mana yang ingin kita ambil? Berkontribusi terhadap kemajuan bangsa, atau berkontribusi pada upaya yang pada hakikatnya menghancurkan bangsa ini sendiri.

Bangsa ini sungguh merindu pada orang-orang yang berdiri gagah, berjalan dengan berjuta amalan kebaikan yang tanpa pamrih ditujukan demi kemajuan bangsa. Bagsa ini sungguh rindu pada orang-orang yang memiliki komitmen penuh untuk memajukan bangsanya, bangsa ini sungguh menunggu, member-nya yang siap memimpin dirinya pribadi terlebih dahulu sebelum meimpin bangsanya. Sungguh bangsa ini sudah muak dan tidak butuh dengan orang yang hanya dapat berkata indah, berbicara tentang solusi, meneriakkan tentang kebaikan, tapi no action. Tidak ada gunanya. Juga pada orang yang hanya bergerak membangun bangsa ini bilamana pergerakannya menguntungkan dirinya, ketika tidak ada keuntungan maka tak ada pula amalan. Bangsa ini juga tak butuh dengan orang-orang seperti itu.

Sungguh ingin diri ini menjadi salah satu dari orang-orang yang dirindukan bangsa ini

Sebagai pemuda dan mahasiswa, menempatkan diri kepada barisan pembangun bangsa adalah harga mati yang tiada ganti. Sebagai mahasiswa, Tri Dharma perguruan tinggi jelas harus secara balance di terapkan. Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian Masyarakat harus dilaksanaakan. Namun bentuk konkret seperti apa yang akan kita ambil? Apakah dengan hanya belajar saja? IPK Cumlaude, mendapatkan kerja dengan ‘gaji’ tinggi, dan sudah. Atau hanya mengabdi pada masyarakat, tanpa bekal ilmu? Atau dengan aksi turun ke jalan saat ada kebijakan pemerintah yang dinilai memberatkan rakyat?

Bangsaku merindukanku.

Kalau bisa saat ini mengapa harus menunggu nanti. Pemuda adalah pembangun bangsa, dan mahasiswa adalah kumpulan pemuda yang memiliki intelktual tinggi. Terlebih mahasiswa Universitas Indonesia, salah satu universitas terbaik di negeri ini. Sudah sepantasnya masyarakat menaruh harapan yang banyak terhadap kita –mahasiswa, khususnya mahasiswa UI-. Banyak mahasiswa berbicara tentang apa peran yang dapat diambil sebagai kontribusi terhadap pembangunan bangsa. Hal yang sangat popular adalah demonstrasi. Mahasiswa dengan jaket kuning –dan warna almamater lainnya- kebanggaannya turun kejalan, meneriakkan usulan dan menyuarakan penderitaan rakyat. Namun sebatas mana semua itu efektif? Dalam hal ini saya berpendapat jalan tersebut tidaklah efektif, dalam konteks pembangunan bangsa.

Ada beberapa hal yang menurut saya wajib pemuda (mahasiswa) yang bertekat membangun bangsa ini mengtahui dan melaksanakannya. Hal itu dimulai dari suatu core-point yakni menjadi mahasiswa yang sebenarnya. Sepuluh sampai dua puluh tahun kedepan, kitalah –generasi pemuda saat ini- yang akan menggantikan posisi para pemimpin negeri ini saat ini. Kelak mungkin diatara kita akan ada yang menjadi anggota DPR/legislatif, menteri, bahkan presiden. Menyiapkan diri kearah sanalah yang penting untuk dilaksanakan. Pertama, kita harus dapat menjadikan diri kita pemimpin untuk diri kita sendri terlebih dahulu sebelum melangkahkan kaki untuk menjadi pemimpin bangsa ini. Bagaimana mau memimpin orang lain bila memimpin diri kita pribadi saja tidak bisa. Memimpin itu dari diri sendiri. Pastikan kita telah dapat memimpin diri kita prbadi terlebih dahulu sebelum memimpin orang lain. Banyak orang yang ingin memimpin bangsa namun belum dapat memimpin diri sendiri, kita sering kali lupa bahwa kita adalah bagian dari bangsa yang kita bercita-cita untuk menjadi pemimpinnya ini. Bila memimpin diri kita pribadi saja tidak bisa, bagaimana mau memimpin bangsa?

Kedua adalah mulai menjalankan kebaikan dari hal yang kecil saja dan dari saat ini. (seperti pesan dari AA Gym tentang 3 pilar memulai amal). Kebanyakan orang hanya mau melaksanakan sesuatu bila hal tersebut dilihat hebat oleh orang lain. Pujian dan penghargaan menjadi sarat mutlak untuk melaksanakan sesuatu. Tanpanya, tak ada amal. Mari kita luruskan, bahwa setiap amlan yang kita lakukan kita serahkan pada Allah swt. dalam hal imbalannya.
Ketiga, tidak perlu menyalahkan orang namun koreksi diri kita sendiri. Banyak orang ingin untuk mengubah dunia, namun sedikit yang mau mengubah dirinya sendiri. Betapa banyak orang yang ingin mengubah Indonesia –menjadi lebih maju- namun belum selesai dengan dirinya sendiri. Maka penting bagi kita untuk menjadi orang yang memulai perbaikan dari diri kita pribadi.
Keempat, berilmu sebelum berkata dan beramal. Perbedaan mahasiswa dengan pemuda lain terletak pada intelektualitasannya. Mahasiswa jelas lebih intelek, lebih berilmu dan seharusnya lebih beradab. Maka dalam pelaksanaannya pantang bagi mahasiswa untuk berbicara dan melaksanakan sesuatu tanpa dilandasari dengan ilmu yang ia miliki.

Secara langsung mungkin anda memanggap bahwa relasi solusi yang saya tawarkan tidak terlihat jelas dengan kemajuan bangsa. Saya hanya ingin mengingatkan, bahwa kita semua adalah bagian dari bangsa, bangsa Indonesia. Bila kita ingin mengubah bangsa ini menjadi bangsa yang lebih baik, bila kita ingin membangun bangsa ini menjadi lebih bermartabat, bila kita ingin memajukan bangsa ini maka mulailah itu dari diri kita pribadi. Karena kita adalah bagian dari bangsa, mengubah diri kita menjadi lebih baik, adalah mengubah bangsa ini menjadi lebih baik pula.

Sungguh bangsaku merindukanku, karena aku adalah seorang mahasiswa yang tak akan menjadi pemimpin sebelum memastikan diri dapat memimpin diriku sendiri. Sungguh bangsaku merindukanku, karena aku adalah mahasiswa yang memiliki komitmen untuk fokus menjadi pemimpin pada bidangku, karena menjadi pemimpin bangsa bukan hanya dengan menjadi presiden. Saat aku kelak menjadi seorang pemimpin perusahaan, perusahaan itulah yang akan menjadi kendaraanku, kupimpin para pekerjaku untuk kepentingan bangsaku. Sungguh bangsaku mendambakanku, saat kelak aku menjadi orang yang bili tidak dapat memberikan kebaikan, aku berusaha tidak memberikan keburukan. Karena menghindari keburukan lebih kuprioritaskan dari melaksanakan kebaikan. Sungguh bangsaku merindukanku, karena setiap kata yang keluar dari lisanku adalah komitmen dan janji yang siap kupertanggung jawabkan. Sungguh bagsaku mendambakanku, karena aku memberi bukti dalam amalanku bukan hanya dalam lisan dan tulisanku. Sungguh bangsaku merindukanku, karena aku adalah orang yang kelak akan mengjak orang lain, para pemuda, para mahasiswa untuk menjadikan dirinya, menjadi orang-orang yang dirindukan oleh bangsanya.

Depok, 3 Desember 2010

***Penulis adalah mahasiswa Management, Fakulatas Ekonomi, Universitas Indonesia dan merupakan Peserta Universias Indonesia-Student Development Program (UI-SDP 2011).

Minggu, 15 Januari 2012

Paradoks Ekonomi dan Lingkungan

“Antara Aku, Masa Depan, dan Lingkunganku”
Oleh: Wahyu Jatmiko*

Sebagai mahasiswa di fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, telah terbayang bagi saya pekerjaan apa yang ingin saya dapatkan di kemudian hari. Layaknya mahasiswa kedokteran secara normatif kelak bekerja sebagai dokter, mahasiswa teknik kelak bekerja menjadi teknisi, mahasiwa psikologi bekerja sebagai psikolog, begitu pula saya, mahasiswa manajemen fakultas ekonomi, tentu kelak bekerja sebagai seorang manajer perusahaan yang secara langsung bersinggungan dengan perekonomian sebuah bangsa bahkan global. Dan kita ketahui sebagian besar perusahaan tersebut adalah profit-oriented perusahaan, yang sesuai dengan namanya memiliki orientasi untuk maximaizing profit.

Tiga semester sudah saya manimba ilmu di Fakultas Ekonomi Universtas Indonesia, pelajaran-pelajaran yang diajarkan, secara subjektif saya katakan, sangat kering dengan konsep environmentaly frendly. Memang akan kita temukan bila mencari konsep ‘go green’ di buku-buku teks yang dipelajari seperti Understanding Business, Basic Marketing dan yang lainnya. Tapi mari kita cermati, apa motivasi perusahaan menerapkan konsep ‘go green’ tersebut? mengapa baru akhir-akhir ini awareness perusahaan muncul terhadap lingkungan? Kalau saya boleh menjawab maka jawabanya adalah karena dahulu, awareness tersebut belum perlu. Karena dahulu consumer belum aware terhadap masalah lingkungan. Artinya awareness yang timbul sekali lagi tujuannya adalah untuk maximaizing profit. Karena demand masyarakat yang increasing terhadap produk-produk yang lebih ramah lingkungan (go green). Sehingga ‘go green’ menjadi konsep yang digunakan untuk satisfy keinginan (wants) dari konsumen tersebut.


Pertumbuhan ekonomi sebuah bangsa selalu menjadi hal yang diperbincangkan dan menjadi prioritas utama. Tentu perusahaan (firms) adalah salah satu variable utama dalam pembangunan ekonomi (economic development) selain Household, Government dan Forign Stakeholders. Namun pernahkah kita melihat pembangunan ekonomi, yang seharusnya memiliki tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup (standard of living) masyarakat tersebut malah berperan sebaliknya? Pernahkah kita lihat pembangunan bangunan-bangunan (gedung) yang harus ‘membuka’ lahan hutan? Pernahkah kita lihat pertambangan yang mencemari lingkungan sekitarnya dengan limbahnya? Hal-hal tersebut sangat mudah dan sering kita lihat dan dengar karena sangat seringnya di kabarkan.

Pembangunan Infrastruktur akan meningkatkan perputaran uang dalam perekonomian, karena sarana dan prasarana yang baik, bisnis akan berkembang dengan pesat, Investor luar negeri masuk, sehingga arus kas negara akan positif, GDP naik, berarti Ekonomi negara tumbuh. Namun ‘hebatnya’ pertumbuhan perekonomian seluruhnya diukur melalui GDP (sebagai ukuran yang memang paling mudah) tidak peduli efek dari pembangunan itu apakah benar-benar meningkatkan standard of living atau malah mereduksinya. Yang terjadi, banyak dari pembangunan ekonomi yang ada malah berbanding terbalik dengan ketersediaan lingkungan yang baik. Mengapa hal ini semua terjadi?

Menurut hemat saya sebabnya adalah karena kita masih menjadikan pertumbuhan ekonomi sebagai tujuan utama pembangunan bangsa. Seharusnya pertumbuhan ekonomi ‘hanya’ sebagai alat untuk mencapai pembangunan nasional tersebut. Sehingga bila ada kegiatan ekonomi yang justeru akan menghambat pembangunan suatu bangsa, kegiatan itu harus dihindari. Nah, pembangunan itu sendiri pada dasarnya adalah membangun kualitas hidup yang lebih baik, yang salah satu variable utamanya adalah ketersedian lingkungan (environment) yang baik untuk keberlangsungan peradaban manusia di dunia ini. Karena bila tujuan utamanya adalah pertumbuhan ekonomi semata, Pembangunan yang berkesinambungan (sustainable development) tidak akan terwujud.

Pelestarian lingkungan adalah kegiatan yang mulia. Saya kira kita dapat berkonsensus dalam hal ini. Katakan kepada saya negara mana didunia ini yang menganggap pelestarian lingkungan itu buruk? Agama apa yang tidak memasukkan pelestarian lingkungan sebagai salah satu kebaikan dengan pahala yang besar sebagai ganjarannya? Tentu semua kita sepakat, lingkungan harus dilestarikan. Maka sekcil apapun kita dapat memulainya dari diri kita sendiri, menularkannya kepada keluarga, teman, masyarakat, dan kemudian dunia.
Para calon pemimpin negeri, calon pemimpin perusahaan, dan calon pengusaha adalah orang-orang yang sangat memiliki kepentingan dalam hal pelesarian lingkungan. Kegiatan ekonomi yang ada harus kita akui dapat menjadi sebab berkurangknya kualitas lingkungan kita, maka saya ulang bahwa pertumbuhan ekonomi bukanlah tujuan bagi pembangunan bangsa, melainkan sebagai salah satu alat (tool) untuk mraihnya. Sehingga definisi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable development) dapat kita ikrarkan secara jelas, yaitu merupakan pembangunan yang tidak terfokus pada hasil di hari ini melainkan juga di waktu yang sifatnya jangka panjang (long term oriented) yang tujuan utamanya adalah meningkatkan standar hidup (standard of living) dari subjek dan objeknya.

*Penulis merupakan Mahasiswa Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Ia telah menempuh pendidikan di FEUI selama 3 semester. Ia merupakan peserta UI Student Development Program (SDP) dan penerima beasiswa Bidik Misi 2010. Kini ia aktif sebagai pengurus FSI (Forum Studi Islam) FEUI dan beberapa oraganisasi lainnya.